Gempita.co – Prosesi pemakaman Shireen Abu Akleh wartawan Al Jazeera yang tewas ditembak – menurut beberapa saksi mata dibunuh oleh pasukan Israel Rabu lalu (11/5) – diwarnai bentrokan polisi huru hara Israel dengan pelayat, Jumat kemarin.
Insiden ini membuat peti jenazahnya sempat jatuh, sementara para pelayat melindungi diri dari pukulan polisi, prosesi pemakaman yang mengejutkan dan mungkin menjadi “peragaan nasionalisme” Palestina terbesar di Yerusalem dalam satu generasi.
Insiden kekerasan ini menambah rasa duka dan kemarahan di seluruh dunia Arab setelah kematian Abu Akleh, yang menurut beberapa saksi mata dibunuh oleh pasukan Israel Rabu lalu (11/5) dalam suatu serangan di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Mereka juga menggambarkan keprihatinan mendalam atas Yerusalem timur, yang diklaim oleh Israel dan Palestina, dan telah berulangkali memicu aksi kekerasan.
Abu Akleh, usia 51 tahun, adalah nama yang menggema di seluruh dunia Arab, yang identik dengan liputan Al Jazeera tentang kehidupan di bawah pemerintahan Israel, yang telah berlangsung selama enam puluh tahun tanpa ada titik terang. Abu Akleh dihormati di Palestina sebagai pahlawan setempat.
Ribuan orang, yang sebagian besar mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan kata “Palestina! Palestina!” mengikuti prosesi pemakaman Abu Akleh, yang diyakini sebagai yang terbesar di Yerusalem sejak kematian Faisal Husseini, seorang pemimpin Palestina yang juga keturunan keluarga terkemuka di kawasan itu, pada tahun 2001.
Menjelang pemakaman, kerumunan besar warga berkumpul untuk mengawal dan membawa keranda atau peti mati Abu Akleh dari rumah sakit di Yerusalem timur menuju ke sebuah gereja Katholik di Kota Tua terdekat. Banyak yang membawa bendera Palestina sambil meneriakkan kalimat, “Kami akan mengorbankan jiwa dan darah kami untuk kamu Shireen.”
Tak lama kemudian tentara Israel bergerak maju, mendorong dan memukuli para pelayat dengan tongkat. Ketika polisi anti huru-hara mendekat, mereka menabrak pengusung peti mati, menyebabkan salah seorang yang membawa peti mati kehilangan kendali dan jatuh. Peti jenazah Shireen Abu Akleh pun jatuh ke tanah.
Polisi merebut dan merobek-robek bendera Palestina dari tangan orang-orang dan menembakkan granat kejut untuk membubarkan kerumunan massa.
Saudara laki-laki Abu Akleh, Tony, mengatakan adegan itu “membuktikan bahwa laporan dan kata-kata jujur Shireen memiliki dampak yang kuat.”
Associated Press mengutip koresponden Al Jazeera Givara Buderi mengatakan tindakan keras polisi itu seperti membunuh Abu Akleh lagi. “Sepertinya suaranya (suara Shireen.red) tidak hilang begitu saja,” ujarnya dalam sebuah laporan.
Sumber: voa