JAKARTA, Gempita.co-Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bersama dengan FAO tengah merampungkan Pilot Testing of the Progressive Management Pathway for Aquaculture Biosecurity (PMP/AB). Upaya ini dilakukan agar Indonesia dapat mengembangkan biosekuriti secara lebih maju di bidang perikanan budidaya. Sehingga produktivitas perikanan budidaya dapat terus meningkat.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, mengatakan proyek biosekuriti ini sejalan dengan program terobosan yang dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, yaitu meningkatkan komoditas ekspor udang, dimana target produksi sebesar 250% pada tahun 2024, lobster dan rumput laut. Dan kedua, membuat kampung perikanan budidaya yang berbasis pada kearifan lokal. Maka dari itu pilot project biosekuriti ini segera terselesaikan, karena akan sangat membantu dalam peningkatan produksi perikanan budidaya ke depan. “Kami akan memberikan dukungan dan menyampaikan tanggapan bahwa proyek biosekuriti ini akan sangat bermanfaat karena sejalan dengan program terobosan KKP, terutama perikanan budidaya,” kata Slamet dalam keterangannya.
Menurut Slamet, kenapa proyek ini penting, pasalnya jika biosekuriti ini sudah diimplementasikan pada sebuah daerah, maka daerah tersebut dapat dinyatakan sebagai daerah yang bebas dari penyakit tertentu. Sehingga dipastikan juga produksi perikanan budidayanya bakal lebih bagus. “Poinnya sangat penting sekali biosekuriti ini. Karena dengan biosekuriti ini, nantinya produksi bisa tetap naik karena ikan terbebas dari penyakit. Ikan sehat, hasil produksi jadi lebih maksimal. Makanya, mari kita bersama-sama agar pilot project biosekuriti ini segera selesai. Dan segera diimplementasikan langsung ke masyarakat pembudidaya,” tutur Slamet.
Sedangkan, Slamet Budi Prayitno selaku National Consultant Proyek PMP/AB melaporkan bahwa sejak bulan Oktober hingga akhir tahun 2020 diperpanjang hingga Maret- April 2021 telah diminta untuk mereviu strategi nasional kesehatan ikan yang telah dilegalisasi oleh Dirjen Perikanan Budidaya pada tahun 2013. Hal ini dilakukan karena adanya pendekatan baru terkait dengan produksi perikanan budidaya di tingkat global, dimana saat ini production is a part of the biosecurity system. Sehingga jika biosecurity system tidak dimantapkan maka produksi dianggap tidak bisa sustainable. “Di tingkat internasional ada Progressive Management Pathway/Aquaculture Biosecurity (PMP/AB) yang akan dimasukkan kedalam strategi nasional kesehatan ikan di Indonesia. Maka dari itu pentingnya PMP/AB ini sebagai langkah mengikuti standardisasi international,” ungkapnya.
Harapannya, pendekatan ini dapat langsung diterapkan oleh DJPB dan FAO melalui training. Adapun tahapan-tahapan pendekatannya diantaranya adalah: i) identifikasi biosekuriti; ii) pengembangan sistem biosekuriti; iii) sistem biosekuriti terimplementasi dan kesiapsiagaan; dan iv) biosekuriti sustainable dan sistem kesehatan ikan terbentuk.
Selain itu, harapan ke depannya pilot project ini dapat dilaksanakan di tempat-tempat lain selain Jembrana, agar keinginan DJPB memiliki satu kawasan dengan biosecurity system yang lebih baik lagi supaya wabah penyakit bisa terkendali.
Pada kesempatan yang sama pula, Ageng Herianto selaku Perwakilan FAO Indonesia, menambahkan, Proyek PMP/AB, kelanjutan dari TCP pada tahun 2015 yang berkaitan dengan Infectious Myonecrosis Virus (IMNV), sedangkan untuk proyek sekarang membahas tentang early warning system untuk Enterocytozoon Hepato Penaeid (EHP). Proyek tersebut merupakan proyek yang sangat strategis, karena nantinya Indonesia dapat mengembangkan biosekuriti secara lebih maju di bidang perikanan budidaya. Sehingga produksi perikanan budidaya Indonesia bisa lebih jauh ditingkatkan. “Proyek ini didukung langsung oleh FAO Headquarter yang berjudul Improving Biosecurity Governance and Legal Framework for Sustainable and Efficient Aquaculture Production. Dan FAO Headquarter juga didukung oleh Pemerintah Norwaegia yang turut serta memberikan dukungan teknis. Harapannya proyek ini segera selesai dan langsung diimplementasikan ke daerah-daerah seluruh Indonesia,” ujarnya.
Sedangkan, Maskur selaku National Consultant menyampaikan bahwa PMP/AB merupakan alur tahapan pengelolaan kesehatan untuk perbaikan biosekuriti di akuakultur. “Tujuan dari proyek ini adalah untuk meningkatkan kapasitas biosekuriti akuakultur dengan membangun kerangka kerja dan kapasitas kemampuan yang ada dengan pendekatan risk base dan kemitraan dari stakeholder,” ungkapnya.
Harapan nantinya, lanjut Maskur, ada 6 hal yang dapat diterapkan dalam PMP/AB, diantaranya mengurangi beban penyakit (burden of disease); perbaikan kondisi kesehatan ikan pada farm level dan national level, meminimalisir penyebaran penyakit secara global (antar provinsi di Indonesia); optimalisasi keuntungan secara sosial dan ekonomis di sektor akuakultur; dan agar investor tidak ragu pada saat akan menanamkan modalnya di sektor akuakultur. Serta tercapainya program One Health Goal yakni sasaran bersama OIE, WHO dan FAO karena penyakit hewan dan manusia berada di satu lingkaran dan tidak dapat dipisahkan.