Gempita.co – Para pemimpin Uni Eropa baru-baru ini mengeluarkan larangan ekspor vaksin Covid-19 yang diproduksi di negara anggota mereka ke negara lain.
Penemuan vaksin Covid-19 telah menghadirkan harapan di banyak belahan dunia, tetapi distribusinya yang tidak tepat dan tidak adil kini menjadi persoalan serius di dunia, sehingga siklus distribusi vaksin secara praktis tidak berbasis pada keadilan dan kesetaraan.
Distribusi yang tidak adil ini bahkan terjadi di antara negara-negara anggota Uni Eropa dan memancing kemarahan banyak negara anggota. Padahal, banyak negara Uni Eropa termasuk Prancis dan Jerman, mengalami lonjakan kasus penularan Corona, sementara akses mereka ke vaksin AstraZeneca telah dibatasi.
Uni Eropa menuduh perusahaan Inggris-Swedia produsen vaksin AstraZeneca, telah gagal memenuhi kewajibannya untuk mengirimkan vaksin ke blok tersebut, tetapi menyerahkan jutaan dosis vaksin ke Inggris.
Juru bicara Komisi Eropa, Eric Mamer mengatakan, “Kami berharap perusahaan-perusahaan farmasi melakukan yang terbaik untuk memenuhi kewajiban mereka kepada negara anggota Uni Eropa.”
Saat ini beberapa anggota blok Eropa, seperti Austria, Republik Ceko, Slovenia, Bulgaria, dan Kroasia, memprotes cara distribusi vaksin virus Corona di antara negara-negara Eropa. Menurut mereka, distribusi secara adil belum terjadi.
Kanselir Austria, Sebastian Kurz menyebut distribusi vaksin Covid-19 tidak adil di Uni Eropa dan mengatakan beberapa anggota telah menerima kuota yang lebih besar dari negara lain.
Distribusi vaksin juga tidak dilakukan secara adil di tingkat global dan pada dasarnya perusahaan-perusahaan farmasi dengan menciptakan monopoli, telah memblokir akses berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan vaksinnya.
Sekarang Amerika Serikat memprioritaskan vaksin Covid-19 untuk warganya, Eropa telah melarang ekspor, dan beberapa negara lain seperti India, fokus untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Dalam hal ini, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen menuturkan Uni Eropa tidak dapat mengirimkan vaksin ke negara-negara miskin, dan mekanisme untuk distribusi langsung vaksin ke negara-negara miskin dimulai ketika kondisi produksi sudah lebih baik di Uni Eropa.
Pendekatan ini dilakukan ketika pandemi Corona menyebar luas di Afrika dan Amerika Latin, dan banyak dari negara di wilayah tersebut belum menerima jatah vaksin. Covax telah mengumumkan rencana pengiriman 238 juta dosis vaksin ke negara-negara miskin, tetapi jumlah itu berkurang karena ulah negara-negara kaya dan dekat dengan perusahaan produsen vaksin.
Masalah ini memicu kemarahan para aktivis HAM dan lembaga-lembaga internasional. Kepala Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Ngozi Okonjo-Iweala memperingatkan negara-negara kaya bahwa jika pengiriman vaksin Corona ke negara-negara miskin ditunda, mereka akan menghadapi konsekuensi berbahaya.
Ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta komunitas internasional untuk menyumbangkan vaksin ke negara-negara miskin, dengan mengatakan bahwa 10 juta dosis vaksin diperlukan untuk 20 negara yang tidak memiliki akses ke vaksin Covid-19.
Sumber: Parstoday