Jakarta, Gempita.co – Penentangan dari berbagai pihak terhadap pengesahan UU Omnibus Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) terus bergulir dari berbagai pihak. Pasalnya undang-undang yang melibas habis 74 undang-undang lalu dijadikan satu undang-undang ini bersifat sapu jagat dan banyak merugikan kaum pekerja dan lingkungan hidup.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana menegaskan bahwa pengesahan UU Ciptaker ini berpotensi memunculkan mosi tidak percaya terhadap lembaga DPR RI dan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
”Pengesahan RUU ini akan memicu mosi tidak percaya rakyat kepada Presiden dan DPR,” kata Arif, Selasa (6/10).
Menurut Arif, pemerintah dan DPR bukan mewakili rakyat ketika mengesahkan Omnibus Law UU Ciptaker menjadi UU. Alasannya, suara rakyat lebih condong menolak aturan sapu jagat itu.
”Dengan disahkannya UU ini, hari ini pemerintah dan DPR telah menunjukkan bahwa mereka sejatinya memang bukan wakil rakyat,” ujar Arif.
Sebelumnya, Arif juga mempertanyakan DPR-RI yang melakukan rapat secara tertutup dan terburu-buru, sehingga terkesan diskriminatif, bahkan pembahasannya pun pernah dilakukan di sebuah hotel mewah di kawasan Serpong Banten. bahkan RUU tersebut hanya menguntungkan kelompok pengusaha besar dan membuat rakyat kecil semakin menderita.
Ia juga mengatakan pihak DPR belum sepenuhnya menyerap aspirasi kaum buruh selama ini, Maka dengan itu menurutnya, lembaga yang menyebut dirinya sebagai wakil rakyat itu tidak layak disebut wakil rakyat.
”Yang duduk di Senayan sana itu, hari ini bukan wakil-wakil rakyat. Tapi mereka adalah wakil-wakil pengusaha. Bukan wakil-wakil rakyat, tetapi mereka adalah wakil-wakil pemodal,” kata Arif dalam sebuah konferensi pers virtual bersama sejumlah organisasi gerakan rakyat, Minggu (4/10/2020).
Ia menilai, konsekuensi dari pembahasan yang tertutup oleh DPR itu malah akan berdampak buruk terhadap kaum buruh, mahasiswa, nelayan, petani, ibu rumah tangga, masyarakat adat, dan seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, bukan hanya berdampak buruk kepada masalah ketenagakerjaan, namun berdampak buruk kepada sumber daya alam, pendidikan, masalah pertambangan, dan apa saja yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
”Yang jelas Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan bentuk kejahatan konstitusi. Hal itu bisa dilihat dari sejak awal kemunculannya yang memiliki cacat formil, cacat prosedur, dan cacat materil. Buktinya RUU ini banyak menabrak berbagai ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, bahkan konstitusi sebagai hukum tertinggi negara. Bukan hanya kejahatan, tetapi ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah dan DPR terhadap prinsip-prinsip demokrasi, prinsip-prinsip konstitusi dan juga negara hukum,” pungkasnya.