Yogyakarta, Gempita.co – Beragam metode diupayakan tenaga medis untuk menyembuhkan para pasien Covid-19, salah satunya yang saat ini tengah jadi perbincangan yakni terapi plasma konvalesen. Terapi ini bahkan sempat dikicaukan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di akun sosial medianya.
Seperti diketahui, belum lama ini situs resmi Food and Drug Administration (FDA) merekomendasikan bahwa terapi donor plasma tersebut bisa diterapkan untuk menyembuhkan pasien Covid-19.
Terapi yang sebelumnya pernah dipakai untuk mengobati penyakit SARS, MERS hingga flu burung itu disebut cukup menjanjikan untuk menangani para pasien yang positif Covid-19.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil bahkan sempat memberikan tanggapannya terkait terapi tersebut lewat akun Twitternya.
Ia menyebut bahwa metode konvalesen terbukti mampu menyembuhkan banyak pasien. Mantan Wali Kota Bandung itu bahkan menyertakan data pasien yang sembuh di Jabar sebanyak 5-6 orang per harinya.
“@ridwansyahyusuf di PMI Bandung sedang menyumbangkan plasma darahnya yang sudah kebal covid. Inilah Metode Konvalesen yaitu transfusi plasma yang sembuh kepada yang sakit, di RSHS terbukti banyak pasien sembuh. Pasien sembuh di Jabar 5-6 orang per hari. Total sembuh 7 x lipat dari meninggal,” tulisnya.
Tetapi belakangan, informasi yang disampaikan tersebut mendapat sanggahan dari Vaksinolog, dr Dirga Rambe Sakti.
Vaksinolog pertama di Indonesia dan termuda di dunia itu menyebut bahwa metode terapi plasma itu hingga saat ini urung terbukti kuat efektif dipakai ke semua pasien Covid-19. Ia menggarisbawahi bahwa penggunaannya hanya untuk pasien-pasien kritis.
“Sampai saat ini belum ada bukti kuat terapi plasma efektif. Penggunaannya hanya untuk pasien-pasien kritis, penelitian di Indonesia masih dikerjakan oleh PMI dan RSCM, kita mendorong pasien-pasien yang sembuh berpartisipasi, klaim pasien di RSHS banyak yang sembuh karena terapi ini, tidak tepat,” balasnya.
Lebih jauh, terapi plasma ini memang lebih disarankan untuk pasien yang mengalami kondisi kritis. Kondisi kritis yang dimaksud salah satunya mengalami gagal napas, syok septik dan atau gagal organ multipel.
Hingga kini penelitian mengenai efektivitas penggunaan metode tersebut masih terus berlangsung. Sejumlah dokter pun menyebutkan bahwa menyebut terapi tersebut efektif menyembuhkan Covid-19 adalah simpulan yang masih terlampau dini.