Jakarta, Gempita.co – Pengelolaan perikanan melalui pendekatan eksosistem (ecosystem approach to fisheries management/EAFM) digaungkan Pemerintah Indonesia dalam pertemuan internasional Coastal Fisheries Initiative (CFI) Global Partnership Consultation (GPC) yang diselenggarakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).
Konsep tersebut mengusung keseimbangan antara tujuan sosial ekonomi dengan mempertimbangkan ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengembangkan konsep itu sejak tahun 2010. Dalam pertemuan tersebut, KKP memaparkan dan membagikan pengalamannya dalam mengimplementasikan EAFM.
Pada Desember 2020, KKP bersama Global Environment Facility (GEF)-6 telah meluncurkan program CFI Indonesia Child Project di wilayah Indonesia Timur khususnya pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 715, 717 dan 718. Program ini merupakan implementasi dari Grant Agreement antara KKP dengan WWF-US GEF Agency yang ditandatangani pada tanggal 23 Desember 2019.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP Trian Yunanda yang menjadi National Project Coordinator menjelaskan pertemuan ini penting diikuti Indonesia untuk memaparkan langkah awal pelaksanaan program CFI. Selain itu juga berbagi pengalaman tentang pengelolaan perikanan di masing-masing kawasan.
“CFI merupakan upaya kolaboratif global yang digagas oleh GEF untuk meningkatkan pengelolaan perikanan dan melestarikan keanekaragaman hayati laut di wilayah pesisir melalui tata kelola yang lebih baik dan memperkuat rantai nilai pangan laut,” terangnya.
Trian mengatakan pertemuan tahunan CFI GCP ini melibatkan beberapa negara dari tiga kawasan (child project) yaitu Indonesia mewakili kawasan Asia, Ekuador dan Peru mewakili Amerika Latin, serta Senegal, Cabo Verde, dan Pantai Gading mewakili Afrika Barat. Pertemuan ini juga dihadiri oleh institusi dan organisasi konservasi internasional serperti FAO, UNDP, UNEP, World Bank, CI dan WWF.
“Pada pertemuan ini selain pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dibahas pula tentang perencanaan ruang laut (Marine Spatial Planning/MSP), mangrove, tata kelola perikanan dan rantai nilai, serta pendanaan berkelanjutan (sustainable financing for fisheries),” imbuhnya.
Pertemuan yang dilakukan secara virtual ini berlangsung selama lima hari mulai tangal 22 hingga 26 Februari 2021. CFI GCP dibuka secara resmi oleh Nathanael Hishamunda selaku FAO CFI Coordinator yang menyampaikan apresiasinya kepada setiap negara dan pihak yang terlibat proyek ini meskipun di tengah pandemi Covid-19.
Pertemuan internasional CFI GPC ini merupakan forum pembelajaran. Pada forum tersebut, KKP ikut mendengankan lesson learned, praktik-praktik terbaik dari kawasan lain sebagai tambahan pengetahuan dan informasi. Kesempatan ini dapat menjadi momentum bagi KKP untuk mengawal the Implementation of Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) in Eastern Indonesia semakin baik.
Dampak Positif
Secara terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menuturkan melalui proyek GEF 6 CFI Indonesian Child Project ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan.
“Ini dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan mengedepankan kaidah kelestarian sumber daya ikan itu sendiri,” katanya.
Menteri Trenggono berharap kerja sama ini dapat melibatkan semua stakeholders terkait. Tidak hanya masyarakat perikanan juga pemerintah daerah, akademisi serta organisasi masyarakat. Sehingga tidak hanya keberlanjutan sumber daya ikan yang tercapai namun juga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perikanan.
Sumber: Humas Ditjen Perikanan Tangkap