Jakarta, Gempita.co – DKI Jakarta rangking satu melampaui Jawa Timur, menurut data Satuan Tugas Penanganan COVID-19, data per 8 Agustus 2020.
Kasus COVID-19 di Jakarta bertambah 686 orang, sedangkan Jawa Timur dengan 429 kasus baru.
Adanya penambahan positif lebih banyak di Jakarta karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta gencar melakukan pemeriksaan spesimen (testing) dan pelacakan kontak (tracing).
” Dalam sepekan ini, angka positif COVID-19 Jakarta dari Maret sampai awal Agustus 2020 ini mungkin seolah-olah besar sekali. Tapi di balik angka itu, kami melihat dari sisi penilaian atau beberapa indikator yang diterapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang adanya positivity rate angka kesembuhan maupun angka kematian,” ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti dalam dialog di Media Center Satgas COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, dikutip dari Liputan6.com.
” Kalau saya boleh cerita bahwa selama sepekan ini angka positif di DKI Jakarta 7, 8 persen. Memang masih lebih tinggi daripada angka WHO karena angka WHO harapannya dalam sepekan itu kurang dari 5 persen. Tetapi secara kumulatif angka positif DKI Jakarta 5,5 persen sejak Maret sampai dengan sekarang,” ungkap Widya.
Perkembangan positivity rate DKI Jakarta juga mengalami kenaikan. Dari data laman corona.jakarta.go.id per 7 Agustus 2020, positivity rate Jakarta yang dihitung dari kasus baru COVID-19 sebesar 9,8 persen. Jumlah ini mengalami kenaikan dibanding 6 Agustus 2020 dengan 8,6 persen.
Pelacakan Kontak Di balik jumlah kasus COVID-19 Jakarta yang tinggi, Widyastuti menerangkan, adanya pemeriksaan PCR dan pelacakan kontak. Hal ini sangat berdampak pada penambahan angka.
” Kami melakukan testing secara masif melalui dua strategi pendekatan. Ada tracing kontak pada kasus konfirmasi positif COVID-19. Begitu ada kasus positif yang dilaporkan oleh rumah sakit, kami langsung testing kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya yang kontak erat dengan pasien-pasien tadi,” kata Widya.
Upaya DKI Jakarta juga fokus mendatangi tempat-tempat atau daerah-daerah, seperti kelurahan dan RW yang paling berisiko kemungkinan tertular COVID-19.
Hal ini dilihat dengan menghitung laju kecepatan insiden rate–perhitungan jumlah kasus positif per 100.000 penduduk.