Jakarta, Gempita.Co- Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengulas Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah diteken Presiden Jokowi.
Yusril mengingatkan pemerintah dan DPR terkait gugatan judicial review UU Cipta Kerja yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Yusril, gugatan ke MK sebagai langkah yang tepat untuk menguji keabsahan UU Cipta Kerja.
“Keinginan mereka yang ingin menguji UU Cipta Kerja ke MK, baik uji formil maupun materil memang pantas didukung. Agar MK secara objektif dapat memeriksa dan memutuskan secara formil apakah proses pembentukan UU Cipta Kerja ini menabrak prosedur pembentukan undang-undang atau tidak,” kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (4/11).
Yusril menjelaskan, dalam pengujian, MK akan menggunakan norma-norma dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 untuk menilainya.
“Sebagaimana kita maklum, omnibus law adalah sebuah undang-undang yang mencakup berbagai pengaturan yang saling berkaitan, langsung maupun tidak langsung. Dalam proses pembentukannya, omnibus law sangat mungkin akan mengubah undang-undang yang ada di samping memberikan pengaturan baru terhadap sesuatu masalah,” ujarnya.
Menurut Yusril, persoalannya adalah apakah proses pengubahan terhadap UU lain itu sejalan atau tidak dengan norma dan prosedur perubahan UU No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pun, ia menekankan akan memunculkan perdebatan dalam persidangan di MK dari sudut pandang berbeda tentang kesesuaian prosedur UU tersebut.
“Jika menggunakan landasan pemikiran yang kaku, maka dengan mudah dapat dikatakan prosedur perubahan terhadap undang melalui pembentukan omnibus law tidak sejalan dengan UU No 12 Tahun 2011. Tentu akan ada pandangan yang sebaliknya,” jelas eks Menteri Hukum dan HAM itu.
Kemudian, ia menilai saat ini masyarakat ingin menyimak paparan argumentasi pemerintah dan DPR saat sidang di MK nanti terkait persoalan prosedur ini. Menurutnya, pemerintah dan DPR harus hati-hati dalam mempertahankan argumentatif prosedur yang ditempuh dalam proses pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja.
“Saya katakan harus hati-hati dan benar-benar argumentatif, karena jika prosedur pembentukan bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2011, maka MK bisa membatalkan UU Cipta Kerja ini secara keseluruhan,” kata Yusril.
Menurut dia, jika pembatalan yang jadi keputusan karena MK tak perlu persoalkan lagi materi dalam UU Cipta Kerja.
“Tanpa mempersoalkan lagi apakah materi yang diatur oleh undang-undang ini bertentangan atau tidak dengan norma-norma UUD 1945,” jelasnya.
Selain uji formil, opsi uji materiil juga jadi perhatian karena terkait pengujian substansi norma yang diatur dalam UU Cipta Kerja terhadap norma konstitusi di dalam UUD 1945. Yusril bilang dengan cakupan masalah dalam UU Cipta Kerja yang luas maka pemohon mesti fokus terhadap pasal-pasal yang dipersoalkan.
“Kita tentu ingin menyimak apa argumen para pemohon dan apa pula argumen yang disampaikan Pemerintah dan DPR dalam menanggapi permohonan uji formil dan materil tersebut,” ujarnya.