Oleh John C. Chen (陳忠)
Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-78 telah diselenggarakan di New York pada 5 September 2023. Pada kesempatan ini saya kembali meminta dukungan seluruh lapisan masyarakat Indonesia agar Taiwan yang berpenduduk 23 juta jiwa dapat ikut serta bergabung dengan PBB.
Dengan bergabung dalam PBB, Taiwan dapat bersama dengan negara-negara lain menjaga perdamaian dan keamanan global, meningkatkan kesehatan seluruh masyarakat, dan memberikan kontribusi dalam mengatasi berbagai isu global seperti memerangi perubahan iklim, dan bersama-sama mencapai agenda global PBB, yaitu “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (SDGs)”.
Pemerintahan Republik Rakyat China (PRC) yang selama beberapa dekade tidak pernah sekalipun berkuasa di Taiwan telah berjanji untuk mengambil alih kekuasaan dari Pemerintah Taiwan dan menolak untuk meninggalkan kekuatan militer.
Meskipun perekonomian China berada dalam kesulitan, kekuatan militernya terus berkembang dan Beijing semakin aktif dalam menunjukkan kekuatan militernya untuk mengintimidasi Taiwan.
Intimidasi tersebut termasuk mengirimkan jet tempur dan kapal perang melintasi garis tengah Selat Taiwan, memasuki zona identifikasi pertahanan udara Taiwan, dan menggunakan disinformasi serta paksaan ekonomi untuk mengancam kehidupan demokrasi Taiwan.
Di Taiwan sendiri saat ini terdapat lebih dari 400.000 Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja, belajar, dan tinggal di sana. Mereka mendapat perlindungan yang sangat baik dan menikmati jaminan sosial dan pelayanan kesehatan yang sama seperti warga negara Taiwan. Jika keamanan Taiwan terancam maka tentunya akan berdampak juga pada keamanan WNI di Taiwan.
Terlebih lagi upaya ekspansi China tidak hanya terbatas pada Taiwan. China mengirimkan milisi maritim dan kapal penangkap ikan bersenjata ke Laut China Timur dan Laut China Selatan, dan menggunakan aktivitas operasi zona abu-abu untuk melakukan ekspansi.
China baru-baru ini merilis Peta Standar China Edisi 2023, dan peta tersebut mencakup wilayah yang masih menjadi sengketa dengan negara tetangga dan dengan keras menegaskan klaim wilayahnya.
China juga telah menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon di Samudera Pasifik Selatan dan mengambil pelabuhan di Teluk Benggala dan tempat lain di Samudera Hindia untuk penggunaan militer di masa depan. Tindakan-tindakan ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa perdamaian akan menjadi semakin sulit dipertahankan.
Bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan itu sendiri adalah demi kepentingan terbaik semua pihak, dan sekitar separuh dari lalu lintas kapal kontainer di seluruh dunia melintasi selat Taiwan setiap hari.
Sementara itu Taiwan memproduksi sebagian besar semikonduktor yang dibutuhkan dunia dan memainkan peran penting dalam rantai pasokan global, dan karenanya setiap konflik yang terjadi di selat Taiwan akan menimbulkan dampak bagi perekonomian global.
Para pemimpin internasional menekankan pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan bagi keamanan global, dan untuk menghindari konflik diperlukan partisipasi dan dialog serta yang terpenting adalah persatuan.
Dalam kaitan ini PBB adalah platform terbaik untuk dialog global, namun karena kesalahan penafsiran China terhadap Resolusi Majelis Umum PBB 2758, menyebabkan Taiwan masih dikecualikan dari PBB.
Resolusi tersebut tidak menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari Republik Rakyat China (PRC), atau memberikan hak kepada PRC untuk mewakili rakyat Taiwan di PBB dan badan khusus lain.
Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mengesahkan Undang-Undang Solidaritas Internasional Taiwan (Taiwan International Solidarity Act) pada bulan Juli tahun ini yang menyebutkan bahwa Resolusi Majelis Umum PBB 2758 hanya membahas masalah keterwakilan China dan tidak melibatkan Taiwan.
China menyamakan Resolusi Majelis Umum PBB 2758 dengan apa yang disebut “Prinsip Satu China”, dan secara sewenang-wenang memaksakan posisi politik China di PBB untuk menghalangi partisipasi Taiwan dalam organisasi internasional.
Pemegang paspor Taiwan saat ini bahkan tidak diizinkan untuk mengunjungi atau menghadiri pertemuan internasional dan pers Taiwan juga tidak bisa mendapatkan kartu pers untuk wawancara. Perlakuan diskriminatif ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip dasar universalitas dan hak asasi manusia yang ditekankan pada saat pendirian PBB.
Bersama Indonesia, Taiwan menghormati nilai-nilai universal seperti demokrasi, supremasi hukum dan hormat terhadap hak asasi manusia. Sejak Taiwan menerapkan kebijakan baru ke arah selatan pada 2016, Taiwan terus meningkatkan hubungan kerja sama secara menyeluruh dengan Indonesia.
Dengan menandatangani berbagai nota kesepahaman dan rencana kerja sama, Taiwan dan Indonesia terus memperdalam kerja sama bilateral di berbagai bidang termasuk perdagangan, pembangunan ekonomi, ketenagakerjaan, pertanian, pendidikan dan pelatihan, penerbangan sipil dan teknologi.
Taiwan merupakan mitra dagang Indonesia terbesar ke-10 dan negara penanam modal terbesar ke-14. Jika ditambahkan investasi ke Indonesia melalui negara ketiga, maka Taiwan akan masuk dalam lima besar negara penanam modal.
Di Indonesia sendiri saat ini terdapat lebih dari 20.000 diaspora dan pengusaha Taiwan yang berinvestasi dan mendirikan pabrik, menciptakan lapangan kerja, dan membantu pembangunan ekonomi dan sosial.
Mereka hidup harmonis dengan masyarakat Indonesia dan bersama-sama memberikan kontribusi terhadap demokrasi, kebebasan, kestabilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Kembali ke soal badan dunia, Sidang Majelis Umum PBB ke-78 dengan tema “Membangun Kembali Kepercayaan dan Menghidupkan Kembali Solidaritas Global” diharapkan dapat menyelesaikan banyak masalah mendesak, seperti kesehatan global dan iklim ekstrim, melalui solidaritas, persatuan, dan upaya bersama.
Taiwan memiliki keinginan dan kemampuan untuk berkontribusi terhadap isu-isu yang menjadi perhatian global. Taiwan adalah mitra kerja sama global yang sangat diperlukan. Kami meminta dukungan Indonesia dan sahabat dari seluruh lapisan masyarakat di dunia untuk secara tegas mendukung keikutsertaan Taiwan di dalam PBB agar Taiwan dapat terus memberikan kontribusi positif di era pasca-pandemi.
Kami juga menyerukan kepada PBB untuk tetap berpegang pada komitmen “tidak meninggalkan siapa pun”, menerima Taiwan untuk ikut di dalam PBB, dan tidak mengecualikan Taiwan dari diskusi dan pertemuan mengenai isu-isu yang memerlukan kerja sama global.
Komitmen dimaksud bukan hanya terkait dengan hak masyarakat Taiwan, tetapi juga akan membantu menciptakan dunia yang lebih aman, lebih adil dan lebih berkelanjutan di seluruh dunia.
*Penulis, John Chen, adalah Kepala Perwakilan Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO) di Indonesia.