Jakarta, Gempita.co – Dalam era membangun produksi udang nasional seperti saat ini, diversifikasi produk udang menjadi salah satu opsi untuk mendongkrak peningkatan produktivitas udang. Potensi pengembangan spesies udang seperti udang lokal antara lain Udang Jerbung (Penaeus merguensis) dan Udang Putih (Penaeus indicus) harus dapat kita gali lebih dalam.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto saat membuka webinar bertajuk “Spesies Lokal Komoditas Global: Domestikasi Udang Putih Lokal di Indonesia”.
“Pemerintah telah mencanangkan target peningkatan nilai ekspor udang nasional hingga 250% hingga tahun 2024, dengan potensi lahan yang masih sangat luas atau baru sekitar 20-30% yang termanfaatkan, target ini menjadi sangat mungkin untuk ditempuh,” ujar Slamet, dalam keterangannya, Kamis (8/10/2020).
Slamet menyatakan bahwa berbagai teknologi dan inovasi yang terus dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Unit Pelaksana Teknis hasilnya sudah mulai terasa. Seperti yang dilakukan oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara yang telah berhasil melakukan domestikasi jenis udang putih lokal asli Indonesia jenis merguensis dan indicus.
“KKP akan menjalankan strategi untuk membangun kawasan-kawasan tambak udang sesuai dengan karakteristik spesies udang, seperti misalnya udang windu yang cocok untuk dikembangkan di kawasan tradisional organik dan semi intensif atau udang vaname yang cocok dengan karakteristik kawasan tradisional plus hingga intensif. Khusus udang merguensis dan indicus akan terus kami kembangkan teknologinya apabila memungkinkan dimaksimalkan hingga semi intensif, apalagi Indonesia juga memiliki lahan yang masih luas untuk dapat dikembangkan,” papar Slamet.
Slamet juga meyakini dengan hasil kajian pertumbuhan maksimal dari para ahli dan strategi penataan kawasan yang baik. Indonesia dapat menjadi pusat merguensis dan indicus di dunia, karena negeri ini merupakan penginisiasi budidaya udang merguensis dan indicus.
“Dengan status merguensis dan indicus sebagai indigenous species atau spesies asli, harus dapat kita manfaatkan untuk menggenjot performa keseragaman agar terbentuk sejak awal. Kita memiliki sumber daya genetik dari alam Indonesia serta sumber daya manusia yang mumpuni untuk dapat meningkatkan performa tersebut menjadi semakin baik,” kata Slamet.
Slamet berujar bahwa akan bekerjasama dengan dinas perikanan daerah untuk mengembangkan kawasan khusus budidaya udang merguensis dan indicus. Sebelumnya telah dilakukan ujicoba multilokasi untuk pengembangan kawasan merguensis seperti di daerah Gresik, Pemalang, Brebes dan Demak. Selain itu, dukungan sarana dan prasarana pada National Shrimp Broodstock Center (NSBC) di BBPBAP Jepara juga akan terus ditingkatkan guna meningkatkan performa induk dan benih yang dihasilkan.
“Semoga dengan diadakan webinar mengenai udang putih lokal Indonesia ini dapat menjadi wahana untuk sosialisasi dan meningkatkan produktivitas udang merguensis dan indicus dengan performa yang unggul di masa yang akan datang” pungkas Slamet.
Mendorong Produksi Nasional
Menyambung apa yang dikatakan Slamet, Kepala BBPBAP Jepara, Sugeng Raharjo menambahkan bahwa selain sebagai diversifikasi komoditas budidaya udang dan mendorong produksi udang nasional. Pengembangan udang jenis merguensis dan indicus dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi pembudidaya serta menjaga ketersediaan spesies yang tahan terhadap perubahan iklim.
“Selain itu, udang putih lokal memiliki ketersediaan induk yang tinggi, toleransi salinitas yang lebar, siklus reproduksi yang lebih singkat dibandingkan dengan udang windu dan teknologi produksi benih yang telah dikuasai. Ketersediaan lahan potensial yang masih luas termasuk tambak idle yang dapat dimanfaatkan serta mayoritas pembudidaya tradisional di Indonesia juga turut menjadi nilai ekonomis yang menjanjikan bagi usaha budidaya udang putih,” jelas Sugeng.
BBPBAP Jepara telah melakukan sosialisasi dan pendampingan teknis langsung di lokasi percontohan tambak masyarakat dengan pola pemeliharaan berbasis klaster. Dengan pendampingan ini diharapkan dapat membangun kebersamaan antar pembudidaya dalam menerapkan kaidah budidaya yang baik, serta pemahaman akan pola budidaya serta pencegahan penyakit pada komoditas udang.
“Antusiasme pembudidaya untuk mengembangkan budidaya udang putih lokal cukup besar, khususnya untuk di daerah Gresik, dimana Dinas Kelautan dan Perikanan setempat telah memberikan respon yang cukup positif dengan menyiapkan lahan seluas 1.336 ha yang tersebar di 14 desa untuk dapat dikembangkan menjadi kawasan khusus budidaya udang merguensis,” paparnya.
“Semoga dengan semakin memasyarakatnya udang putih lokal ini dapat terus mendorong kemajuan budidaya udang nasional,” harap Sugeng.
Udang Merguensis
Hal senada juga dikemukakan oleh Guru Besar Bidang Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Diponegoro, Budi Prayitno yang turut menjadi narasumber.
Ia menyebutkan bahwa udang merguensis memiliki potensi untuk dapat menjadi komoditas prospektif bagi pasar dalam negeri maupun ekspor.
“Laut Indonesia merupakan habitat asli dari Udang Jerbung, dan tersebar hampir di seluruh perairan laut di Indonesia, sehingga sudah tidak asing bagi masyarakat. Pendekatan dari BBPBAP Jepara melalui tahapan domestikasi, ujicoba di multi lokasi yang merupakan etalase untuk showcase teknologi sudah sangat tepat, namun terkait pemassalan dan komersialisasi, jumlah benih yang dihasilkan oleh BBPBAP Jepara sebanyak 20 juta/tahun hanya mencukupi untuk showcase saja” ujar Budi.
Budi mengungkapkan beberapa strategi yang perlu dilakukan guna pemenuhan tahapan pemassalan tersebut antara lain kelembagaan, strategi pengembangan, dan mata rantai produksi, yang melibatkan institusi lain. “Ke depan, yang tidak kalah penting adalah perlu dihasilkan banyak penyuluh dan teknisi untuk pengembangan udang putih” pungkas Budi.
Sementara itu Dosen Ahli Genetika Universitas Padjadjaran, Asep Anang yang turut menjadi narasumber mengatakan bahwa kecenderungan perusahaan pembibitan udang vannamei mulai beralih dari semula tujuan pemuliaannya adalah untuk pertumbuhan menjadi pemuliaan untuk daya tahan. Kelebihan daya tahan tinggi dan reproduksi ini dimiliki oleh merguensis, sehingga dengan pangsa pasar yang baik merguensis dapat menjelma menjadi substitusi untuk udang vannamei.
“Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memulai program pemuliaan ialah harus melihat kepada kebutuhan pasar, teknik budidaya yang baik, membaca karakteristik gen dari komoditas serta menentukan kekurangan maupun kelebihan dari setiap galur” papar Asep.
Asep juga menambahkan bahwa untuk membangun industri udang Jerbung, program pemuliaan harus fokus kepada bibit yang Specific Pathogen Free (SPF), memperhatikan seleksi genetik dan biosecurity yang ketat dan dilakukan secara tertutup atau tidak ada udang baru yang masuk. “Dengan pola pemuliaan yang terstruktur akan dihasilkan keterlusuran yang baik dan bibit udang terpilih dengan potensi genetik yang baik” tutup Asep.
Budidaya udang putih lokal
Sementara itu ketua Pokdakan Mina Mandiri, Ahmad Robah yang menerima bantuan benih dan pendampingan dan BBPBAP Jepara menjelaskan bahwa budidaya udang masih menjadi primadona di kalangan masyarakat petambak, namun tidak semua masyarakat mampu untuk melakukannya, karena dibutuhkan modal yang tidak sedikit dan memiliki risiko tinggi dengan adanya serangan dari berbagai penyakit.
“Dengan adanya uji terap yang dilakukan oleh BBPBAP Jepara menggunakan sistem klaster, banyak masyarakat sekitar yang tertarik untuk ikut menerapkan budidaya udang putih lokal tersebut, apalagi mayoritas pembudidaya yang ada di sekitar sini adalah petambak tradisional” ungkap Robah.
Robah juga berharap akan ada peningkatan kualitas benih agar pertumbuhan dan padat tebar bisa ditingkatkan sehingga mampu menjawab tantangan pembudidaya saat ini untuk menggeser budidaya udang vannamei ke udang putih lokal. “Semoga dengan semakin banyak masyarakat beralih untuk berbudidaya udang merguensis dapat memajukan udang lokal di masyarakat secara umum” imbuh Robah.