Jaga Mutu dan Keamanan Pangan, Ini yang Dilakukan KKP

Foto:dok.Humas BKIPM

Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bergerak cepat dalam merespons regulasi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan. Salah satu instrumen yang disiapkan ialah sistem ketertelusuran (traceability) produk kelautan dan perikanan.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina mengungkapkan, sistem ketertelusuran disusun untuk menjawab tiga persoalan. Pertama, untuk memberikan tanggapan/tindakan terhadap risiko potensial yang dapat timbul dari pangan atau pakan.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“Muaranya untuk menjamin bahwa semua produk pangan aman bagi konsumsi masyarakat,” kata Rina, dalam forum sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, Rabu (3/3/2021).

Kedua, lanjutnya, sistem ketertelusuran diperlukan oleh otoritas kompeten atau pelaku usaha pangan guna mengidentifikasi suatu risiko dalam penelusuran akar masalah. Dengan begitu, mereka dapat mengisolasi masalah dan mencegah produk yang terkontaminasi mencapai konsumen.

“Terakhir, untuk menarik produk yang menjadi target sehingga mengurangi risiko kerugian dalam perdagangan,” ujarnya.

Foto:dok.Humas BKIPM

Rina menambahkan, sistem ketertelusuran sejalan dengan regulasi internasional seperti Codex Alimentarius Commission Guideline (CAC/GL) 60-2006 yang bertujuan sebagai perlindungan konsumen terhadap bahaya yang ditularkan melalui makanan (food borne hazards).

Selain itu, jelas Rina, traceability juga berperan dalam penelusuran praktek penipuan pada perdagangan sekaligus memfasilitasi perdagangan (khususnya keakuratan deskripsi produk).

Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO) 22005/2007, penggunaan traceability untuk mendukung mutu dan keamanan pangan
Memenuhi spesifikasi konsumen, menentukan sejarah atau asal-usul produk serta memfasilitasi penarikan produk.

Foto:dok.Humas BKIPM

Traceability ini juga mengidentifikasi tanggung jawab organisasi dalam rantai pakan dan pangan dan memfasilitasi verifikasi informasi yang spesifik terkait produk,” urainya.

Karenanya, Rina menekankan perlunya sistem ketertelusuran produk perikanan dari hulu sampai hilir. Di bidang perikanan tangkap misalnya, traceability digunakan untuk memastikan ikan yang ditangkap tidak berasal dari aksi ilegal atau illegal, unreported and unregulated (IUU fishing) serta bebas dari resiko cemaran kimia, mikrobiologi dan risiko pemalsuan (food fraud).

Kemudian di bidang perikanan budidaya, untuk memberikan jaminan kualitas dan keamanan pangannya bebas dari bahaya biologi, kimia dan fisik, serta risiko pemalsuan (food fraud).

Foto:dok.Humas BKIPM

Selanjutnya di bidang rantai pasok, traceability digunakan untuk memastikan pengumpul atau supplier hanya menerima dan menjual kembali bahan baku yang berasal dari budidaya atau perikanan tangkap yang legal. Lalu memastikan pencatatan asal bahan baku terkendali termasuk jumlah yang sesuai, memastikan persyaratan dasar fasilitas penyimpanan atau penampungan tidak menyebabkan kontaminasi.

“Memastikan pelabelan akurat dan benar serta sistem transportasi yang baik dan tidak menyebabkan resiko kemanan pangan,” tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono meminta jajarannya terutama BKIPM dan Penguatan Daya Saing Produk Keluatan dan Perikanan (PDS) untuk memberikan pembinaan yang optimal kepada pelaku usaha. Hal ini untuk mencegah penolakan ekspor produk perikanan Indonesia.

Sumber: Humas BKIPM

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali