Sri Lanka Mencekam, Krisis Ekonomi dan Kerusuhan Makin Memburuk

Gempita.co –Krisis Ekonomi mencengkram Sri Lanka, berimbas kerusuhan di negeri tersebut.

Aparat kepolisian menembakkan peluru tajam untuk membubarkan pengunjuk rasa pada Selasa (19/4/2022). Kejadian itu menewaskan satu orang dan melukai belasan lainnya.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Kerusuhan terjadi ketika Sri Lanka tengah mencari bantuan keuangan cepat dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk meredakan krisis ekonomi yang memburuk.

Laporan Reuters, aksi demonstrasi telah berkecamuk di negara kepulauan Asia Selatan berpenduduk 22 juta orang selama berminggu-minggu. Para pengunjuk rasa menyuarakan kemarahan terhadap kesalahan penanganan ekonomi oleh pemerintah yang telah menyebabkan kekurangan kebutuhan pokok dan pemadaman listrik yang berkepanjangan.

Mihiri Priyangani, direktur Rumah Sakit Pendidikan Kegalle, mengatakan setidaknya satu pengunjuk rasa tewas dan 12 terluka dirawat di rumah sakit, termasuk dua dalam kondisi kritis.

Jatuhnya korban terjadi setelah bentrokan pecah antara demonstran dan polisi di pusat kota Rambukkana.

Menurut Priyangani kepada Reuters, orang yang meninggal – kematian pertama sejak protes damai dimulai bulan lalu – kemungkinan telah ditembak.

“Kami menduga ada luka tembak, tapi perlu pemeriksaan post-mortem untuk memastikan penyebab pasti kematiannya,” jelasnya.

Juru bicara polisi Nalin Thalduwa menjelaskan, kerusuhan meletus setelah polisi meminta pengunjuk rasa untuk menjauh dari jalur kereta api utama yang telah mereka blokir selama berjam-jam.

“Untuk mengendalikan situasi, polisi menembaki para pengunjuk rasa,” kata Thalduwa kepada Reuters.

“Beberapa polisi yang terluka juga dirawat di rumah sakit,” katanya.

Dia menambahkan, peluru tajam dan gas air mata telah digunakan untuk mengusir massa yang melempari batu dan benda-benda lain.

“Polisi masih di daerah itu dan berusaha memulihkan ketenangan,” jelas Thalduwa.

Beberapa kelompok hak asasi dan diplomat asing menyerukan untuk menahan diri dan mengutuk kekerasan di Rambukkana, di mana polisi memberlakukan jam malam pada Selasa malam.

“Penyelidikan penuh dan transparan sangat penting & hak rakyat untuk protes damai harus ditegakkan,” Duta Besar AS untuk Sri Lanka, Julie Chung, mengatakan dalam sebuah tweet.

Analis telah menandai ketidakstabilan politik sebagai risiko serius karena Sri Lanka ingin merundingkan program pinjaman dari IMF, dengan delegasi yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Ali Sabry memulai pembicaraan formal di Washington pada hari Senin.

Pemerintah sedang mencari bantuan untuk membantu menambah cadangannya dan menarik pembiayaan agar dapat digunakan untuk membayar impor penting bahan bakar, makanan dan obat-obatan.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menuliskan tweet setelah pertemuan dengan Sabry pada hari Selasa bahwa mereka membahas tindakan kebijakan dan akan bekerja sama menuju pemetaan jalur menuju pemulihan #SriLanka.

Para kritikus mengatakan krisis keuangan muncul dari efek salah urus keuangan oleh pemerintah berturut-turut, diperburuk oleh pandemi virus corona, dan karena kenaikan harga bahan bakar melemahkan cadangan devisa.

Bahan bakar, listrik, makanan, dan obat-obatan hampir habis selama berminggu-minggu.

Presiden Mengaku Bersalah

Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pada Selasa (19/4) mengakui telah melakukan kesalahan yang mendorong negaranya masuk ke dalam krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Dia berjanji untuk bertanggungjawab dan memperbaikinya.

Sri Lanka kini ada di ambang kebangkrutan dengan menumpuk utang luar negeri mencapai US$ 25 miliar. Sekitar US$ 7 miliar utang mereka rencananya akan dibayarkan tahun ini.

Minimnya devisa membuat negara ini kekurangan uang untuk membeli barang-barang impor. Masyarakatnya telah mengalami kekurangan kebutuhan pokok, seperti makanan, gas untuk memasak, bahan bakar minyak, dan obat-obatan, selama berbulan-bulan.

Berbicara di hadapan 17 menteri kabinet baru yang ditunjuknya pada Senin, Presiden Rajapaksa mengakui telah salah mengambil keputusan ekonomi sehingga Sri Lanka harus jatuh ke dalam krisis ekonomi parah.

“Hari ini, masyarakat berada di bawah tekanan besar karena krisis ekonomi ini. Saya sangat menyesali situasi ini. Kondisi ini perlu diperbaiki. Kita harus memperbaikinya dan bergerak maju. Kita perlu mendapatkan kembali kepercayaan rakyat,” kata Rajapaksa, seperti dikutip Associated Press (AP).

Rajapaksa menyebutkan, pemerintah seharusnya mendekati IMF sejak awal untuk mendapatkan bantuan, dan semestinya tidak melarang pupuk kimia dalam upaya membuat pertanian Sri Lanka sepenuhnya organik.

Banyak pihak yang mengkritik larangan penggunaan pupuk impor ditujukan untuk memperpanjang penurunan devisa negara dan merugikan petani.

Pekan lalu, Pemerintah Sri Lanka mengatakan, sedang menangguhkan pembayaran pinjaman luar negeri sambil menunggu pembicaraan dengan IMF. Sri Lanka juga telah mendekati China dan India untuk bisa mendapatkan pinjaman darurat.

Kabinet baru yang ada saat ini dipilih menyusul protes selama berminggu-minggu atas kekurangan bahan bakar minyak dan makanan. Masyarakat juga menuntut Rajapaksa dan keluarganya mengundurkan diri dari pemerintahan.

Kemarahan publik sebagian besar ditujukan kepada Rajapaksa dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa. Kakak beradik ini memimpin dinasti politik yang telah berkuasa di Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir.

Ribuan pengunjuk rasa pada Senin menduduki pintu masuk kantor presiden. Ini merupakan hari ke-10 dari aksi yang sama. Sayangnya, aksi tersebut masih belum mampu melengserkan Rajapaksa dan sang kakak.

Namun, sejumlah kerabat Rajapaksa sebelum ini telah didepak dari kursi kabinet. Masyarakat menilai langkah tersebut tidak tulus dan hanya bertujuan untuk menenangkan pengunjuk rasa.

Pihak oposisi pun menolak tawaran Presiden Rajapaksa untuk membentuk pemerintahan persatuan dengan dirinya dan sang kakak tetap pada jabatannya.

Sumber: ATN

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali