Jakarta, Gempita.co – Kritik keras terhadap pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja datang dari Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
Usman menilai, pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah Indonesia dan anggota DPR RI untuk menegakkan hak asasi manusia.
“Mereka yang menentang karena substansi Ciptaker dan prosedur penyusunan UU baru ini sama sekali tidak menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Selasa, (6/10/2020).
Seperti diketahui, RUU Cipta Kerja resmi disahkan oleh DPR pada Senin, 5 Oktober kemarin. Padahal pembahasan tingkat I baru selesai pada Sabtu, 3 Oktober lalu.
Hal ini, kata Usman karena anggota dewan dan pemerintah lebih memilih untuk mendengar kelompok kecil yang diuntungkan oleh aturan ini.
Padahal, hak jutaan pekerja kini terancam. Padahal, ia mengatakan serikat pekerja dan kelompok masyarakat sipil seharusnya dilibatkan secara terus-menerus dalam pembahasan Undang-undang ini dari awal. Sebab, anggota mereka-lah yang akan menanggung langsung dampak dari berlakunya Omnibus Ciptaker.
Dijelaskan Usman, Undang-undang ini hanya akan memberikan lebih banyak ruang bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja. Ia khawatir ini akan berujung pada kurangnya kepatuhan pengusaha terhadap upah minimum menurut undang-undang.
“Belum lagi, perusahaan tidak lagi berkewajiban mengangkat pekerja kontrak menjadi pegawai tetap. Aturan seperti ini berpotensi menyebabkan perlakuan tidak adil bagi para pekerja karena mereka akan terus-menerus menjadi pegawai tidak tetap,” kata Usman.
Untuk itu, Amnesty International Indonesia pun mendesak anggota DPR untuk merevisi aturan-aturan bermasalah dalam UU Ciptaker. Usman menegaskan hak asasi manusia harus menjadi prioritas di dalam setiap pengambilan keputusan.
“Jangan sampai pengesahan ini menjadi awal krisis hak asasi manusia baru, di mana mereka yang menentang kebijakan baru dibungkam,” kata Usman.
Usman mendesak pemerintah, untuk melindungi dan menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi dari mereka yang dirugikan atas pengesahan UU Cipta Kerja ini.
“Pandemi Covid-19, lagi-lagi, tidak boleh dijadikan alasan untuk melindungi hak mereka karena bersuara adalah satu-satunya jalan untuk didengar bagi mereka yang haknya dirampas begitu saja,” tandasnya.