Anies Diminta Jangan Paksakan Kebijakan Rem Darurat PSBB

Jakarta, Gempita.co – Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Wahyu Dewanto, meminta kejujuran dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini Gubernur Anies Baswedan, terkait kebijakan rem darurat penerapan kembali PSBB.

“Apakah penerapan rem darurat ini sudah dikoordinasikan dengan Pemerintah Pusat? Kalau pun memang sudah, apa hasilnya? Karena yang kita tahu bahwa hari ini dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Ekonomi mengatakan bahwa, anjloknya Indeks Saham (IHSG) itu dipicu karena pernyataannya Gubernur Anies Baswedan,” ujar Wahyu pada wartawan, Jumat (10/9/2020)

Bacaan Lainnya

Menurut Wahyu, ini hal yang sangat penting, karena Covid-19 bukan hanya urusannya pemerintahan daerah, namun juga urusan seluruh warga negara, dan juga pemerintahan daerah serta pusat.

”Harus ada sinergitas, dan jangan membuat keputusan yang seenaknya. Harus sinkron, karena kita menghadapi suatu pandemi yang juga dihadapi oleh dunia. Kemudian juga ada ikhtiar pencegahannya, dan pemerintah pusat juga telah membentuk Komite Pemulihan Ekonomi, sehingga ini harus selaras dan seiring sejalan,” kata Wahyu.

Politisi Gerindra ini menilai, jika ternyata kebijakan rem darurat ini sampai belum dikomunikasin oleh Pemprov DKI kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini pihak-pihak terkait, dan juga presiden, maka hal ini tentu sangat disayangkan sekali.

“Karena, belum diberlakukan saja sudah sangat terasa sekali dampaknya terhadap perekonomian, padahal pemerintah pusat menjaga agar tidak resesi. Rupanya, dengan adanya statemen bahwa tanggal 14 akan diberlakukan PSBB kembali, ini menjadi nyata. Ini harus hati-hati. Silahkan, saya minta kejujuranya, dari pemerintahan provinsi, dalam hal ini Gubernur Anies, apakah sudah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat?,” tanya Wahyu.

Lebih lanjut kata Wahyu, pada awal diberlakukannya PSBB dulu, sampai dengan PSBB transisi diketahui bersama, law enforcement atau penegakan aturannya juga sangat lemah. Tidak ada keseriusan dalam hal itu. Justru yang paling nyata adalah penutupan tempat-tempat ekonomi tertentu. Itu yang paling berasa. Tapi untuk law enforcement, seperti pemakaian masker, dan sebagainya itu sangat lemah.

“Sebagai contoh yang sudah kita ketahui, permasalahan ganjil genap. Sudah ada peringatan bahwa itu ada kluster angkutan umum, tapi ganjil genap tetap diberlakukan. Nah itu, siapa lagi yang salah? Seolah-olah semua menjadi salah, dan semua dihukum. Lalu mana solusinya? Ini kok malah seperti panik, tapi tidak koordinasi dengan pemerintahan pusat sehingga kebijakannya ini merugikan semua pihak. Kesehatannya tidak tercapai, tapi kemerosotan ekonomi yang berimbas pada penurunan imun menjadi nyata. Kalau mau ketat..sekalian tutup daerah penyangga,” tandasnya.

Pos terkait