Namun posisi minoritas tidak menjadikan mereka anak bawang. Mereka telah seutuhnya menjadi warga negara Suriname yang memiliki posisi vital di dalam negeri. Mereja jadi petani, dokter, pegawai kantoran, hingga politisi dengan jabatan mentereng seperti Sapoen.
Sejarah Jawa diaspora di Suriname begitu panjang. Mengutip jurnal ilmiah Julia Martınez dan Adrian Vickers berjudul Indonesians Overseas: Deep Histories and The View from Below, kakek-nenek para diaspora Jawa di Suriname merupakan budak yang dipekerjakan di wilayah jajahan yang dahulu bernama Guyana Belanda. Mereka dikapalkan secara bergilir mulai tahun 1890-an.
Kapal yang membawa orang Jawa ke Guyana silih berganti datang sampai tahun 1939. Pemerintah Belanda menempatkan komunitas Jawa sebagai kuli perkebunan. Mereka datang hanya dengan kemampuan tenaga tanpa keterampilan hidup.
Generasi pertama Jawa di Suriname sebenarnya dijanjikan akan dikembalikan ke kampung halaman mereka. Namun hanya 8.000 orang yang kembali di Jawa. Sisanya menetap di Guyana, beranak pinak, dan menjadi warga negara Suriname setelah negeri itu merdeka tahun 1975.
Awal kehidupan Jawa di Suriname dipenuhi dengan diskriminasi oleh pemerintah kolonial. Jawa diberi label “malas”, “pengganggu”, dan “tidak berguna” karena hanya berperan sebagai buruh. Stigma ini menyebabkan orang Jawa, bersama migran dari India, tidak mendapat akses pendidikan yang layak. Bahkan, mereka tak mendapat hak pilih saat pemilu parlemen Suriname pada1940-an.
Namun diskriminasi tak membuat kelompok diaspora Jawa berhenti berkontribusi bagi pembangunan Suriname. Komunitas Jawa aktif menyuarakan kepentingan luhur untuk kemerdekaan Suriname. Dalam buku The Difficult Flowering of Surinam: Ethnicity and Politics in a Plural Society, sejarawan Edward Dew menceritakan betapa orang Jawa ikut mencurahkan keringat dalam mempersatukan Suriname yang begitu beragam.
Kemerdekaan Suriname sempat diawali kisah perselisihan antarkelompok di dalam tubuh bangsa. Isu etnis melanda masa-masa partai politik mulai muncul di Suriname tahun 1930-an.