Partai politik terbesar, Nationale Partij Suriname, bahkan harus menghadapi pertengkaran di dalam tubuhnya Hingga akhirnya berdirinya Surinaamse Hindoe Partij oleh etnis keturunan India, menandakan menguatnya sentimen kedaerahan.
Jawa sendiri sempat terseret kepada polemik identitas. Surinaamse Hindoe Partij kemudian berevolusi menjadi Hindoe Javanase Politikej Partij yang merupakan kongsi antara keturunan India dengan Jawa.
Bahkan ketika perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sedang memanas, komunitas Jawa Suriname mengusung agenda sendiri: mendukung kemerdekaan saudaranya di Indonesia, untung-untung bisa pulang ke kampung halaman.
Orang Jawa di Suriname mendirikan beberapa organisasi untuk menaungi kepentingan politik mereka. Seorang Jawa bernama Iding Soemita mendirikan Persatuan Indonesia pada 1946.
Salikin M. Hardjo mendirikan Persatuan Indonesia Suriname. Kedua organisasi ini ikut memanaskan semangat pembebasan –tak hanya di Indonesia, tapi Suriname sendiri.
Hingga kini, organisasi politik yang mewadahi kepentingan Jawa masih tetap berdiri dan memegang peran vital di Suriname. Sebut saja Pertjaja Luhur dan Pandawa Lima.
Jumlah orang Jawa yang memegang posisi penting di politik Suriname juga cukup banyak. Selain Sapoen yang hakim, politisi, juga menteri, beberapa nama lain menghiasi kabinet dan parlemen. Misalnya, Ginmardo Kromosoeto, Ismanto Adna, dan Hendrik Setrowidjojo. Ketiganya adalah menteri.
Meski nyaman di perantauan, Jawa diaspora di Suriname selama beberapa generasi memendam rindu tak terbalaskan. Turun-temurun, mereka rindu melihat negeri asal.