Jakarta, Gempita.co – Pembangunan Ekonomi Hijau dicanangkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa.
Pandemi Covid-19 hendaknya dimanfaatkan sebagai momentum beralih dari pendekatan ekonomi konvensional atau business as usual, menuju pembangunan ekonomi hijau yang dapat membangkitkan perekonomian dan menciptakan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan.
“Sebagai strategi jangka panjang, setidaknya kita ingin mendorong tiga strategi kunci untuk menuju ekonomi hijau,” kata Suharso dalam webinar Dialog Ekonomi Hijau yang diselenggarakan Tempo, Rabu, 20 Januari 2021.
Strategi pertama, yaitu perlu mengambil langkah bersama antara pemerintah dan swasta untuk berinvestasi pada pembangunan rendah karbon. Dalam hal ini peranan pihak swasta termasuk industri dan UMKM, kata dia, menjadi sangat krusial untuk mulai bertransisi menggunakan inovasi dan teknolgi ramah lingkungan.
Berdasarkan hasil studi Bappenas, peranan ekonomi sirkular menjadi penting di masa pandemi untuk meningkatkan ketahanan dan memberikan manfaat jangka panjang.
Manfaat itu termasuk penciptaan lapangan kerja hijau hingga 4,4 juta dan meningkatkan investasi Rp 642 triliun pada nilai ekonomi Indonesia hingga 2030.
“Secara bersamaan itu bisa menurunkan gas rumah rumah kaca hingga 126 juta ton karbon pada 2030,” ujarnya.
Begitu pula dalam upaya transisi energi, di mana saat ini pemerintah berinvestasi pada energi terbarukan. Menurutnya, peluang kesempatan kerja 2,5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan investasi pada investasi pada bahan bakar fosil.
Selain itu, pada jangka panjang, masyarakat juga bisa merasakan udara yang lebih bersih yang dapat mengurangi beban biaya akibat penyakit akibat penyakit dari polusi udara.
“Biaya kesehatan yang keluar akibat penyakit dari polusi udara bisa mencapai 7 persen dari PDB setiap tahun,” kata dia.
Strategi kedua, kata dia, diperlukan upaya lebih intensif membangun ketahanan melalui penyusunan kebijakan untuk mengantisipasi guncangan tidak terduga di masa mendatang. Berbagai respons dalam menangani pandemi, kata dia, menunjukkan bahwa masih sedikit pemerintah yang cukup siap menghadapi beragam ancaman atau shock yang tidak terduga.
“Kita tidak ingin dalam barisan itu,” kata Suharso.
Sistem tanggap darurat saja, menurutnya, tidak cukup. Dia menilai perlu dukungan perencanaan dan persiapan untuk proses pemulihan. Karena itu, pemerintah akan membangun sistem yang kokoh untuk mengantisipasi krisis dan ancaman serupa bahkan yang lebih besar di masa mendatang.
Pemerintah juga telah menyadari bahwa pandemi Covid-19 bukan satu-satunya kejadian yang dapat menimbulkan gejolak distruktif. Menurut Suharso, pandemi ini membuka mata, bahwa ketidakseimbangan ekosistem dan terganggunya keanekaragaman hayati dapat menjadi akar permasalahan yang kelak memunculkan krisis multidimensi.
Maka strategi ketiga, kata dia, perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati perlu menjadi isu prioritas dan memerlukan penanganan yang lebih serius.
Sumber: Tempo.co