Jakarta, Gempita.co-RI Bambang Soesatyo mengatakan ekspresi kebebasan berpendapat harus dilakukan secara proporsional agar tidak mencederai hak asasi orang lain. Dalam kehidupan sosial di mana setiap individu hidup berdampingan dengan individu lain, maka aktualisasi dan ekspresi hak asasi setiap individu akan dibatasai oleh hak asasi individu lain.
Lebih lanjut Bamsoet mengatakan, dalam konsepsi ini agar tidak berbenturan dan berujung pada konflik sosial, setiap individu harus menghormati pranata sosial dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Setiap aktualiasasi dari kebebasan berpendapat selalu ada konsekuensi dari apa yang disampaikan. Sehingga harus bisa dipertanggungjawabkan.
“Inilah yang dimaksud dengan konsep kebebasan yang bertanggungjawab,” jelasnya Minggu (11/10/2020).
Lebih lanjut Bamsoet menjelaskan kebebasan berpendapat setiap individu dibatasi oleh dua hal. Petama adalah kebebasan individu lain, dan kedua adalah peraturan perundang-undangan. Batas yang pertama lebih bersifat subjektif karena setiap individu mempunyai keberagaman tolok ukur dalam memaknai ketersinggungan ego masing-masing.
“Karenanya, diperlukan batas kedua yaitu peraturan perundang-undangan agar kebebasan individu tidak melanggar kebebasan individu lainnya,” kata Bamsoet.
Dia menambahkan, kebebasan berpendapat merupakan salah satu pilar dan tolok ukur kehidupan demokrasi yang sehat. Salah satu sarana yang dapat dijadikan rujukan untuk mengukurnya adalah melalui Indeks Demokrasi yang diolah dari tiga aspek.
“Yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi,” jelasnya.
Bamsoet menambahkan, Indeks Demokrasi Indonesia dari tahun 2009 hingga 2020 telah mengalami pasang surut dan dinamika. Selama kurun waktu tersebut, penurunan indeks demokrasi terjadi pada periode tahun 2010 (dari angka 67,3 menjadi 63,17), tahun 2012 (dari angka 65,48 menjadi 62,63), tahun 2015 (dari angka 73,04 menjadi 72,82) , dan tahun 2016 (dari angka 72,82 menjadi 70,09).
“Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada awal Agustus 2020, Indeks Demokrasi Indonesia saat ini berada di angka 74,92 (dalam skala 0 sampai 100), atau meningkat dari tahun 2019 sebesar 72,39,” jelas Bamsoet.
Namun, lanjut Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini, peningkatan indeks demokrasi tidak serta merta mengindikasikan bahwa kebebasan berpendapat juga mengalami perbaikan. Karena, kebebasan berpendapat hanya sebagian dari elemen-elemen penyusun indeks demokrasi.
“Selain Indeks Demokrasi, indikator lain yang dapat kita rujuk dalam mengukur kebebasan berpendapat, adalah kebebasan pers,” ujarnya.
Menurut catatan lembaga pemantau Reporters Withour Borders, indeks kebebasan pers Indonesia pada tahun 2020 meningkat ke posisi 119 dari posisi tahun 2019 di posisi 124.
“Kita mensyukuri peningkatan ini, namun di sisi lain kita perlu mawas diri, karena posisi tersebut tidak lebih baik dari Timor Leste di posisi 78 atau Malaysia di posisi 101,” pungkasnya.