Jakarta, Gempita.co – Selama tiga bulan Letnan Dua Pierre Tendean mengikuti pelatihan di Pusat Pendidikan Intelijen (Pusdikintel), Bogor. Setelah menamatkan kursus kilat, Pierre langsung menerima surat tugas. Pierre ditugaskan untuk memimpin pasukan gerilya yang akan menyusup ke Negara Federasi Malaysia.
“Ia ikut operasi-operasi penyusupan ke Malaysia dari selat panjang,” kata Abdul Haris mengenang sang ajudan, Pierre Tendean. “Dalam masa setahun ia telah tiga kali menyusup ke daratan Malaysia,” ungkap Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa Kebangkitan Orde Baru.
Pierre merupakan komandan Basis Y yang terletak di daerah Pasir Panjang, Kepulauan Karimun. Pada Maret 1964, Pierre dikirimkan ke Malaysia melalui Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau. Malaka dan Johor adalah wilayah yang menjadi wilayah sasaran penyusupan.
Dalam aksi pertamanya, Pierre menyamar sebagai turis yang melancong. Karena memiliki paras blasteran Indo-Prancis, Pierre tidak kesulitan menembus ke jantung kota. Selain perawakan yang menunjang, Pierre juga telah dibekali sejumlah ilmu intelijen maupun kemampuan tempur.
Dalam Memoar Oei Tjoe Tat yang disusun Pramoedya Ananta Toer, Pierre tercatat mengawal Menteri Negara Oei Tjoe Tat. Saat itu, Oei diperintahkan Presiden Sukarno menjalin kerja sama dengan semua pihak yang anti dengan pembentukan federasi Malaysia. Oei berlakon sebagai pedagang Tionghoa. Sementara Pierre, dengan wajah bulenya cukup apik berperan menjadi turis.
Sembari menjalakan tugas, Pierre masih berbelanja. Di pusat-pusat pertokoan yang dikunjungi, Pierre membeli raket merk Dunlop, jam tangan, rokok merk Commodore untuk ayahnya, dan pakaian serta aksesori impor buat kakak dan ibunya. Sang kekasih, Rukmini Chamim pun tidak ketinggalan kebagian oleh-oleh berupa satu stel pakaian.
Pada aksi yang kedua, Pierre terlibat bentrokan kecil. Dalam kontak tersebut, Pierre dapat merebut senjata dan verrekijker (teropong) dari pasukan lawan. Sewaktu melakukan penyusupan yang ketiga kalinya, nyawa Pierre bahkan hampir melayang. Ketika berada di tengah lautan, Pierre dan pasukannya dipergoki oleh kapal perang jenis destroyer milik tentara Inggris. Dalam kejar-kejaran itu, Pierre memutuskan untuk turun dari speedboat-nya lalu berenang ke perayu nelayan.
“Berhari-hari Pierre memegang perahu nelayan itu dari belakang sambil berenang,” kata Nasution.