BI Akhirnya Turunkan Suku Bunga

FOTO; Ilustrasi

Jakarta, Gempita.co-Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 November 2020 memutuskan untuk menurunkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen.

Sebelumnya, BI Rate berada di posisi empat persen selama periode Juli-Oktober. Ini adalah pemangkasan suku bunga keempat kalinya dalam tahun ini. Keputusan ini mempertimbangkan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Bacaan Lainnya

“Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk mendukung penyediaan likuiditas, termasuk dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN Tahun 2020,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, di Jakarta, Kamis (19/11/2020).

Di samping keputusan tersebut, Bank Indonesia juga melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar, memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif, serta mempercepat pengembangan pasar valas domestik melalui penguatan pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan sebagai implementasi Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.

“BI juga melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar nol persen, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94 persen dengan parameter disinsentif sebesar 0 persen, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen, dan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini,” papar Perry.

Langkah lainnya adalah memperkuat kebijakan makroprudensial untuk mendorong pembiayaan inklusif, khususnya kepada UMKM. BI juga memperkuat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi melalui berbagai inisiatif transformasi digital, seperti perluasan akses UMKM dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan digital dengan dukungan kolaborasi antara bank dan fintech di seluruh Indonesia, serta perluasan akseptasi digital secara spasial dengan memperkuat sinergi kebijakan elektronifikasi keuangan dengan seluruh Pemerintah Daerah, dan melanjutkan perluasan akseptasi pembayaran digital melalui kampanye Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di seluruh wilayah Indonesia.

“BI terus mendukung pemulihan ekonomi melalui kebijakan sistem pembayaran, antara lain perpanjangan masa berlaku kebijakan penurunan biaya layanan Sistem kliring Nasional bank Indonesia (SKNBI) dan penurunan batas minimum pembayaran serta nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit, dan juga penurunan biaya layanan Sistem Bank Indonesia Real time Gross Settlement (BI-RTGS),” ujarnya.

Ke depan, lanjut Perry, Bank Indonesia akan terus mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu untuk menentukan langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan dalam mempercepat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” tegas Perry.

BI memperkirakan perbaikan perekonomian global berlanjut setelah pada triwulan III 2020 tumbuh lebih baik dan petumbuhan ekonomi domestik juga membaik sejalan meningkatnya realisasi stimulus fiskal dan mobilitas masyarakat, serta membaiknya permintaan global.

  1. Hingga 17 November 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar Rp680,89 triliun, terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp510,09 triliun.

Pos terkait