Cerita Keluarga Pasien Diabetes yang Merasa Dicovidkan RSUD Gunungsitoli

Keluarga Almarhun TW, (53), warga Dusun II, Desa Tuhemberua Ulu, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, melihat kuburan TW, usai dikebumikan secara protokol kesehatan oleh petugas/Foto: ist

Gunungsitoli, Gempita.co – Buruknya pelayananan terhadap salah seorang pasien penderita penyakit diabetes, TW, (53), warga Dusun II Desa Tuhemberua Ulu, Kecamatan Gunungsitoli, yang dinyatakan positif Covid-19 setelah meninggal dunia oleh pihak RSU Gunungsitoli sempat viral di media sosial.

Hal ini mendapat reaksi beragam dari nitizen dan pihak keluarga pasien tidak percaya jika positif Covid-19.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Pasien (TW) diketahui telah lama menderita penyakit diabetes sejak awal tahun 2019. Hal ini diungkapkan Eka Prayitno Waruwu,(24), anak kandung TW kepada Gempita.co, Selasa (20/10/2020) malam.

“Bapak pernah opname pada September 2019, dan kakinya yang luka hampir busuk, namun sudah sembuh,” ungkap Eka.

Eka menuturkan, jika pada hari Minggu (18/10/2020) penyakit orang tuanya (TW) sudah parah, sehingga dibawa ke RSU Bethesda.

“Pada saat itu masih di mobil dan dilakukan pemerikasaan suhu tubuh, kemudian di Rapid tes dan dinyatakan rekatif, sehingga dirujuk di RSU Gunungsitoli,” ujarnya.

Mendengar itu, kata Eka, mereka merasa khawatir jika harus dibawa ke RSU Gunungsitoli, karena takut akan “dipositifkan Covid-19”, sementara orangtuanya hanya menderita penyakit diabetes yang sudah lumayan parah.

“Kami tidak memiliki pilihan lain, terpaksa kami bawa ke RSU Gunungsitoli pada malam hari itu juga,” katanya.

Sekira pukul 23.00 wib, TW tiba di RSU Gunungsitoli dan langsung dibawa ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).

“Disitu diganti infus dan diberikan antibiotik, kemudian disuruh keruang isolasi,” katanya.

Keesokan harinya, Senin (19/10/2020) sekira pukul 07.30 wib, sambung Eka, pihak RSU Gunungsitoli melakukan Swab terhadap orangtuanya.

“Setelah di Swab, salah seorang tenaga medis mengatakan untuk menunggu hasilnya swab dalam 2 atau 3 hari kedepan,” terangnya.

Namun, kata Eka, setelah dilakukan swab, oleh tenaga medis tidak ada melakukan pemeriksaan lain terhadap orang tuanya, hingga pukul 13.00 Wib, orang tuanya meninggal dunia.

“Akan tetapi, sekira pukul 18.30 wib, oleh pihak RSU Gunungsitoli, menyatakan jika orangtua kami positif Covid-19 sesuai dengan hasil Swab,” sebut Eka.

Atas adanya informasi tersebut, lanjut Eka, keluarganya merasa sangat tidak percaya, karena selama ini, orangtuanya tidak pernah kontak dengan siapapun.

“Sejak saat itu, kami sudah tidak diperkenankan untuk melihat jasad orang tua kami, hingga dikuburkan malam harinya di Tuhemberua Ulu sekira pukul 21.30 Wib, kami hanya bisa melihat dari jauh, karena penguburan dilakukan secara protokol kesehatan,” jelas Eka.

Dia pun menuturkan, mengaku kecewa atas pelayanan pihak RSU Gunungsitoli, dimana sejak masuk rumah sakit orangtuanya tidak pernah diperiksa secara intensif oleh dokter.

“Kami tidak percaya jika orangtua kami positif Covid-19, karena penyakit diabetesnya itu sudah lama, dan sangat aneh jika tiba-tiba dipositifkan,” ucap dia dengan kesal.

Lebih jauh, Eka mengatakan, jika hingga sampai dengan saat ini, dia yang mengurus orangtuanya dan sudah kontak erat dengan pasien tidak ada merasakan apapun.

“Hingga saat ini, saya sendiri tidak ada di Rapid tes apalagi di Swab, padahal saya termasuk orang yang sudah kontak erat dengan orangtuaku, kami sangat kecewa dengan pelayanan rumah sakit itu,” tutur Eka.

Membantah

Terpisah, saat dikonfirmasi kepada pihak RSU Gunungsitoli, melalui Kepala Bidang Pelayanan RSU Gunungsitoli, dokter Hotman Purba, membantah jika pihaknya tidak melakukan pelayanan yang baik dan pemeriksaan secara intensif terhadap pasien.

“Pasien masuk RS tanggal 18/102020 pukul 23. 59, dari IGD dengan hasil rapid test Reaktif IgG dan IgM, besoknya Jam 07.30 wib, pasien di Swab oleh petugas laboratorium,” kata Hotman Purba.

Lebih jauh Hotman Purba mengatakan, jika pasien masuk di ruang Transit Thomsen pada tanggal 19 Oktober 2020 pukul 01. 20 wib dalam keadaan sesak nafas.

“Sudah dilapor dokter DPJP (Dokter Penanggungjawab Pasien) tentang kondisi pasien kepada mereka (keluarga pasien) ,” terang Hotman Purba.

Hotman Purba pun menjelaskan, jika pada pukul 09.00 wib, Tanda Tanda Vital Pasien (TTV) dengan TD = 87/60, SPO2 = 85%, Temp. 37.

“Jadi pukul 14. 50 Wib, keadaan pasien semakin sesak nafas, NRM dinaikkan menjadi 12 L/menit, kemudian pada pukul 15.10 Wib, pasien tiba-tiba Apnu (tidak bernafas) dan dilakukan tindakan RJP (Resusitasi Jantung Paru) oleh petugas kita. Namun usaha bantuan pertolongan tidak berhasil Jam 15.45. Wib pasien dinyatakan meninggal,” sebut Hotman Purba.

“Akhirnya, pada pukul 16.30 Wib, hasil Swab TCM keluar dengan hasil Positif dari Labor,” bebernya.

Pada saat itu, sambung dia, keluarga pasien datang ke ruangan Thomsen, meskipun pintu dalam keadaan tertutup, namun dibuka sendiri oleh keluarga pasien dan rombongan.

“Kami petugas tidak berani menahan, dan kepala ruangan sudah lapor Danpos TNI di RSUD (perwakilan Satgas) untuk mengamankan situasi, tetapi rombongan keluarga sudah keburu masuk semua,” sebutnya.

Sudah Diberikan Penjelasan

Kepala ruangan Thomsen, tambah dia mengatakan, sudah memanggil salah satu keluarga untuk diberi penjelasan terkait kondisi pasien sebelum meninggal dan supaya membawa keluarga keluar dari ruangan sambil menunggu diambil hasil print out Swab TCM.

“Mereka (keluarga pasien) tetap berkeras tidak menerima hasil kenyataan hasil Swab TCM yang positif dari pihak Labor RS, pihak keluarga keras hati menyatakan orang tua mereka bukan Covid-19,” paparnya.

Sampai akhirnya, lanjut Hotman, jenazah dibawa ke Instalasi Kamar Jenazah untuk dilakukan pemulasaran, dan di kamar mayat juga pihak keluarga mau membawa jenazah almarhum secara paksa.

“Untung pihak Satgas dapat menahan dan memberi penjelasan sama keluarga, sampai akhirnya disepakati dengan pihak Satgas dimakamkan di pemakaman keluarga,” pungkasnya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali