Jakarta, Gempita.co – Sofyan Tsauri mantan teroris dan disebut-sebut sebagai bendahara dari jaringan teroris Al-Qaeda,menceritakan kisahnya ketika ditangkap Densus 88.
“Baru kali ada Teroris yang berasal dari anggota polisi,” ucap Sofyan dari akun Facebook Sofyan Tsauri, Sabtu, 3 April 2021.
Kisahnya tersebut ditulisnya melalui sebuah unggahan di akun Facebook pribadinya.
11 Tahun yang lalu, setelah lolos dari pengepungan Densus 88 dan Brimob Polda Aceh, Sofyan Tsauri pulang ke Jakarta untuk mengambil beberapa pucuk senjata yang disimpannya.
Sebelumnya, kamp militer yang dipimpinnya di Samalanga Bireuen, Aceh Utara telah tercium oleh aparat Polres setempat.
Ikhwah (saudara laki-laki) sekaligus rekan-rekannya yang lolos dari Jalin Jantho Aceh Besar meluncur ke kamp militer yang dia pimpin.
Sebagai bentuk amniyyah (jaminan), HP dan alat komunikasi lainnya dia lucuti, disiplin terhadap jejak adalah digital adalah keharusan agar musuh tidak mudah mendeteksi keberadaan kamp militer yang berikutnya.
Tetapi apa daya, kata Sofyan Tsauri, masih ada saja yang tidak disiplin menggunakan HP dengan koordinat gudang senjata dan peluru yang dia simpan.
“Saya cuma bisa manyun, suasana tegang, beberapa Ikhwan tertangkap di Jantoi,” ucapnya.
Sofyan Tsauri telah memprediksi cepat atau lambat Densus 88, Team Anti Bandit Polres Bireuen, dan Brimob Polda Aceh pasti mengetahui posisinya.
“Ada 30 Ikhwah di hutan Samalanga saat itu, dengan persenjataan 10 pucuk campuran yang terdiri dari AK47 empat pucuk dan dua M16 serta beberapa senpi pendek,” tuturnya.
Saat itu tanggal 22 hingga 25 Februari 2010, Densus 88 meluncur ke Aceh, karena banyak nya DPO Bom Marriott dan Ritz-Carlton yang lari ke kamp Aceh untuk bergabung.
Rencananya, Sofyan Tsauri dan kawan-kawannya akan membuat teror lanjutan setelah tewasnya Noordin M Top, kali ini Dulmatin yang memimpin kelompoknya.
Mata-mata kelompoknya kemudian melaporkan ada beberapa orang mencurigakan memasuki kamp.
Sofyan Tsauri pun bergegas merapikan barang-barang lainnya, adapun beberapa barang yang tidak mungkin diangkut lalu ditinggalkannya, seperti 20 ribu amunisi, beberapa pucuk AK47, dan M16 disembunyikannya untuk sementara.
Kelompoknya pun bergerak ke ke Lhokseumawe Aceh Utara kembali ke kamp ketiganya di daerah Payak Bakong.
Ternyata dugaan Sofyan Tsauri benar, satu kompi Brimob menyisir Samalanga dan puluhan ribu amunisi serta beberapa pucuk AK dan M16 ikut ditemukan.
Sejak saat itu namanya masuk daftar DPO Mabes Polri dan Sofyan bergeser ke Aceh Timur setelah beberapa satuan Mabes Polri menuju Lhokseumawe.
HP dari para anggota kelompoknya betul-betul menjadi bumerang.
“Saya matikan HP membuat saya tidak bisa koordinasi dengan anak buah, menghidupkan HP membuat keberadaan kami diketahui aparat keamanan, saya harus mencari senjata-senjata kembali di Jakarta,” ucapnya.
“Saya begitu marah atas kecerobohan beberapa anak-anak Aceh yang menyimpan senjata sehingga berhasil ditemukan aparat,” sambung Sofyan Tsauri.
Pada tanggal 1 Maret 2019, Sofyan Tsauri berhasil sampai di Jakarta dan tempat yang dikunjunginya pertama kali adalah Depok.
Tetapi, sambung Sofyan, bukan pulang melainkan ke rumah rekannya di daerah Depok Timur.
Setelah tiga hari menetap di Depok, ia pindah ke Cileungsi, Bogor, beberapa jaringan anak buahnya sulit dihubungi karena mereka mulai menyelamatkan diri.
Sementara terdengar bentrokan senjata di Langkebue Aceh Besar di media Massa yang menewaskan tiga Densus dan Brimob Aceh beserta puluhan lainnya mengalami luka.
Tepatnya tanggal 6 Maret 2010, Sofyan Tsauri tertangkap Densus 88 di Pangkalan 9 Jalan Raya Narogong, Cileungsi Bogor.
Padahal hari itu mereka baru saja menguburkan rekannya Briptu Boas yang gugur bertempur dengan rekan-rekan Sofyan Tsauri di Aceh.
“Bayangkan betapa marahnya mereka saat itu, lalu setelah itu mereka berhasil menangkap saya,” ucap Sofyan Tsauri.
Nyawa Sofyan Tsauri selamat karena saat itu sedang bersama istri dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Padahal Densus 88 telah menargetkan dia mati, karena untuk membalas dendam atas kematian rekan-rekan mereka di Aceh.