Jakarta, Gempita.co – Tanaman ganja ditetapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, sebagai salah satu tanaman obat binaan Kementerian Pertanian.
Keputusan itu tertera dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, yang ditandatangani Mentan SYL pada 3 Februari 2020 silam.
“Bahwa tanaman binaan dan komoditas lain lingkup Kementerian Pertanian saat ini mengalami perkembangan jenis komoditas,” tulis Kepmen tersebut, seperti dikutip Sabtu, 29 Agustus 2020.
Dalam diktum pertama Kepmen tersebut, diuraikan bahwa komoditas binaan Kementerian Pertanian menjadi wewenang 4 direktorat jenderal (ditjen) di dalam instansi. Antara lain Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, serta Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Adapun ganja (cannabis sativa) merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang berasal di bawah binaan Ditjen Tanaman Pangan. Total ada sebanyak 66 komoditas tanaman obat yang berada di bawah direktorat jenderal tersebut, salah satunya seperti akar kucing, jahe, kecubung, hingga purwoceng.
Untuk catatan, ganja dalam peraturan pemerintah lainnya ditetapkan sebagai jenis narkotika golongan I. Itu tercantum dalam UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam menetapkan komoditas binaan dan produk turunannya, berbagai ditjen di bawah Kementan wajib berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, direktorat jenderal teknis lingkup Kementerian Pertanian, pakar/perguruan tinggi, hingga pihak kementerian/lembaga.
“Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan (3 Februari 2020),” bunyi diktum ketujuh Keputusan Menteri Pertanian 104/KPTS/HK.140/M/2/2020.
Tak Setuju Ganja Medis
Sebelumnya Bareskrim Polri dan BNN juga mencatat jumlah kasus ganja masih terbilang cukup besar di Indonesia. Jika dilegalkan, maka akan lebih banyak lagi penyalahgunaan ganja dengan dalih apapun.
“Mereka yang ingin mengonsumsi ganja untuk kebutuhan rekreasi, bisa beralibi untuk kebutuhan medis,” ujar Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar.
Krisno mengatakan, dengan adanya rekomendasi ganja medis oleh WHO justru akan menimbulkan permasalahan di Indonesia. Seperti peningkatan angka orang sakit dan kematian akibat maraknya penggunaan ganja.
“Untuk itu, seluruh peserta sepakat untuk menolak rekomendasi WHO 5.4 dan 5.5 sebagai statemen dan sikap Indonesia atas rekomendasi tersebut,” katanya.