Geledah Ruang Kerja Edhy Prabowo, Penyidik KPK Temukan Uang Tunai Rupiah dan Asing

dok.YouTube KPK

Jakarta, Gempita.co-Setelah melakukan penggeledahan di ruang kerja Menteri Kelautan dan Perikanan di kawasan Gambir Jakarta Pusat selama hampir 17 jam. Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita berbagai barang bukti, diantaranya sejumlah uang tunai dalam bentuk mata uang asing dan rupiah.

Penggeledahan yang dipimpin langsung penyidik senior Novel Baswedan digelar pukul 10.45 Jumat (27/11/2020) hingga sabtu dini hari (28/11/2020) pukul 03.00 itu, selain menggeledah ruang kerja tersangka korupsi Edhy Prabowo, juga menyisir beberapa ruang pejabat lain di kementerian itu. Ada pula berbagai barang bukti lain yang disita dari Kantor KKP Gedung Mina Bahari IV Jakarta Pusat. Total barang bukti yang disita tim penyidik KPK sebanyak enam koper besar yang diangkut dari dalam kantor
tersebut.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

terkait barang bukti uang tunai yang ditemukan, menurut Plt juru bicara KPK Ali Fikri saat ini masih dilakukan penghitungannya. ”Dalam penggeledahan itu penyidik menemukan dan mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing yang saat ini masih dilakukan penghitungan,” kata Ali di gedung KPK Jakarta, Sabtu (28/11/2020).

Selain menyita sejumlah mata uang, menurut pihaknya juga menemukan berbagai dokumen dan barang bukti elektronik. ”Ditemukan pula beberapa dokumen dan barang bukti elektronik terkait dugaan suap yang diterima tersangka EP dan kawan-kawan. Penyidik akan melakukan analisa terhadap uang dan barang yang ditemukan dalam kegiatan penggeledahan tersebut,” ujar Ali.

Ia menambahkan, saat ini tim KPK masih terus melakukan penggeledahan ke beberapa lokasi lain dari para tersangka. ”Penggeledahan masih akan dilakukan tim penyidik ke beberapa tempat yang diduga terkait dengan perkara ini. Namun kami tidak bisa menyampaikan lebih lanjut terkait dengan tempat-tempat dimaksud mengingat ini adalah bagian dari strategi penyidikan,” tandas Ali.

Dalam kasus korupsi tersebut, Edhy Prabowo diduga menerima uang suap terkait izin ekspor bibit lobster sebesar Rp 3,4 miliar dan USD 100 ribu yang diberikan Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Bukan hanya itu, PT ACK selaku pemegang monopoli jasa angkut benih lobster yang akan diekspor diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir bibit lobster dengan tarif Rp 1.800 per ekor.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, berdasarkan data yang ditemukan, PT ACK dimiliki oleh Amri dan Ahmad Bahtiar, yang mana Amri dan Bahtiar adalah orang yang ditunjuk Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja. Selanjutnya, uang yang masuk ke rekening PT ACK yang berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster dipindahkan ke rekening pribadi Amri dan Ahmad Bahtiar sebesar Rp 9,8 miliar.

Hingga saat ini KPK baru menetapkan tujuh tersangka, yakni Edhy Prabowo, staf khusus Safri, Andreau Pribadi Misanta, dan Amiril Mukminin, kemudian Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi, Ainul Faqif selaku staf istri Edhy Prabowo, dan penyuap atas nama Suharjito (Dirut PT Dua Putra Perkasa). Andreau dan Amiril yang sempat menjadi buronan, akhirnya menyerahkan diri pada Kamis siang (26/11/2020).

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali