Gempita.co-Pengamat Transportasi Publik Djoko Setijowarno menilai bahwa rencana tarif jalan berbayar elektronik (ERP) sebesar Rp 5-19 ribu masih terlalu murah untuk menimbulkan efek jera bagi pengguna transportasi pribadi.
Untuk itu, dia mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta menetapkan tarif tertinggi dalam kebijakan jalan berbayar elektronik.
“Batas tertinggi (tarif ERP) bisa mencapai Rp 75 ribu. Tujuannya, agar ada efek jera menggunakan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan umum,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (19/1/2023).
Djoko lantas membandingkan bahwa tarif-tarif ERP di negara lain lebih tinggi dari yang direncanakan di Jakarta. Misalnya di Oslo (Norwegia), jenis pemungutan revenue generation dengan 27 titik pembayaran, tarif yang dikenakan antara 5,00 USD–18,00 USD. Operasional ERPnya bahkan selama 24 jam untuk 7 hari dalam seminggu.
“Pemasukan bruto per tahun 400 juta USD dan biaya operasional 45 juta USD (11 persen). Terjadi penurunan lalu lintas ( peak/off peak) sebesar 10 persen,” jelas Djoko.
Oleh karena itu, ia meminta agar rencana penerapan ERP di Jakarta tetap dapat dilakukan. Para pengendara pribadi menurutnya mesti dipaksa untuk menggunakan kendaraan umum.
“Sebaik apapun angkutan umumnya, sebutlah misalnya MRT sudah terbangun di seluruh sudut Jakarta, tetap saja tidak akan bisa mengalahkan nyamannya menggunakan mobil,” jelas Djoko
“Karena menggunakan mobil ada fleksibilitas, privacy, gengsi, status sosial, door to door, dan lain-lain. Dengan ERP masyarakat dipaksa rasional dalam memilih moda angkutan umum,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan bahwa tarif yang diusulkan pihaknya dalam penerapan jalan berbayar elektronik (ERP) yang masih dibahas dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) DKI Jakarta tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik akan didasarkan pada tata ruang jalan yang ada.
“Ada rincian kemarin kalau gak salah di angka Rp 5 ribu sampai dengan 19 ribu. Itu akan di antara angka itu,” ujarnya saat dihubungi wartawan, Selasa (10/1).
Namun begitu, ia mengatakan bahwa besaran tarif tersebut masih jauh dari kebulatan suara. Pasalnya, Raperda sejak era kepemimpinan Anies Baswedan itu masih dalam tahap pembahasan awal bersma Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta.
“Kami masih menunggu, ya untuk pembasahan lebih lanjut peraturan daerah itu bersama dengan DPRD,” ungkapnya.
Yang jelas, Syafrin menyebut bahwa penerapan tarif untuk jalan berbayar itu akan diterapkan tidak sama rata. Melainkan melihat juga kualifikasi dari kendaraan yang akan melintas.
“Ada beberapa jenis kendaraan yang dibedakan, ada kategori, ada mobil, kemudian ada angkutan umum, ada mobil bus barang, itu ada perbedaan sesuai dengan klasifikasinya,” tandasnya.