Gempita.co- Harga batu bara terus mencatatkan rekor baru. Harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) sempat tercatat US$ 206,25/ton. Melesat 1,63% sekaligus menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
“Kalau ditanya pengennya naik terus. Harga mungkin terus menguat sampai akhir tahun, sampai awal tahun juga masih. Cuma mengenai angkanya nggak tahu, jadi nggak ada yang nyangka angkanya sampai di sini,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/9/21).
Akibat kenaikan harga ini, pengusaha batu bara di berbagai daerah juga ketiban durian runtuh, utamanya di Kalimantan hingga Sumatera. Mereka bisa mendapatkan margin keuntungan yang lebih besar dari biasanya.
“Ya semua, ekosistem industri mulai menggeliat, batu bara nggak cuma satu, tapi ada industri lokal, pengusaha tongkang, transportasi, semua dampaknya kemana-mana, surveyor trader jasa pertambangan juga. Jadi positifnya bukan hanya pertambangan, tapi ekosistem terdorong dan perekonomian daerah juga,” sebut Hendra.
Namun, seperti bisnis umumnya, harga batubara acuan (HBA) kerap berubah-ubah. Misalnya pada September tahun lalu sempat mencapai USD 49,42 per ton. Ketika kini kondisinya berbalik, salah satu penyebabnya karena permintaan meningkat sementara supply lebih rendah. Namun, perusahaan tidak bisa serta-merta menaikkan angka produksi.
“Harus dapat persetujuan pemerintah, RKAB (Rencana Kerja Anggaran dan Biaya) revisinya. Dan revisi itu nggak langsung approve, tapi dilihat semua persyaratan-persyaratannya, pengelolaan lingkungan. Itu komprehensif, nggak bisa ujug-ujug tapi bisa berbulan-bulan, selain itu faktor cuaca juga mempengaruhi produksi,” ujar Hendra.