Jakarta, Gempita.co – Hukuman mati Untuk koruptor Kembali dibicarakan Jaksa Agung ST.Burhanuddin, dinilai masih memungkinkan diterapkan sepanjang masih diatur dalam undang-undang.
Itu disampaikannya saat webinar bertajuk ‘Efektivitas Penerapan Hukuman Mati terhadap Koruptor Kelas Kakap’ disiarkan di kanal YouTube Official Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Kamis (25/11/2021).
Ia menilai korupsi termasuk kejahatan yang dapat merugikan negara sehingga tak ada alasan untuk tidak menerapkan hukuman mati tersebut. Kata dia, koruptor adalah penjahat kemanusiaan dan musuh bersama yang harus ditumpas.
“Jika ada pihak-pihak yang mempertanyakan atau kontra terhadap hukuman mati, harus ada batu uji yang mencakup ideologi konstitusi teori hukum, norma hukum, efikasi masyarakat,” jelasnya.
Ia juga menilai, masyarakat Indonesia masih memandang perlu adanya pidana mati bagi koruptor sebagai perlindungan HAM dan memenuhi harapan keadilan masyarakat. “Semakin tinggi kualitas kejahatan, semakin tinggi juga kualitas disharmonisasi sosialnya yang ditimbulkan pada masyarakat,” katanya
Selain kata dia, penjatuhan sanksi pidana mati harus dilihat sebagai upaya untuk mengembalikan kondisi sosial yang terguncang akibat adanya kejahatan tersebut.
Menurutnya, negara dapat mencabut HAM setiap orang apabila tersebut melanggar undang-undang. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 28 J ayat 1 UUD 45 yang telah mewajibkan setiap orang untuk menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
“Pasal 28 J ayat 2 UUD 45 telah menegaskan jika HAM dapat dibatasi dan bersifat tidak mutlak. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 28 J ayat 2 UUD 45, yang merupakan pasal penutup tentang HAM, maka penjatuhan sanksi pidana mati koruptor yang selama ini terhalangi oleh persoalan HAM dapat ditegakkan,” katanya.
Ia menegaskan, gagasan untuk menghukum mati koruptor adalah bentuk manifestasi kegalauan pemberantasan tindak pidana korupsi. “Mengapa ribuan sudah diungkap dan ribuan pelaku korupsi telah ditindak, tapi justru kualitas dan tingkat kerugian negara justru semakin meningkat,” ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga pernah menyampaikan, kemungkinan penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Salah satunya pada kasus Asabri dan Jiwasraya yang tidak hanya menimbulkan kerugian negara. Namun juga berdampak luas kepada masyarakat umum.
Diketahui, kasus korupsi PT Jiwasraya menimbulkan kerugian negara sebesar Rp16,8 triliun, sedangkan korupsi PT Asabri (Persero) sekitar Rp22,78 triliun. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara itu.
“Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud, tentunya penerapannya harus tetap memperhatikan Hukum Positif yang berlaku serta nilai-nilai hak asasi manusia,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan resminya.
Sumber: berbagai sumber