Jakarta, Gempita.co-Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan perkara penyebaran berita bohong atau hoaks atas terdakwa Jumhur Hidayat, Kamis (4/2/2021) hari ini. Agenda sidang kali ini adalah jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh pentolan KAMI tersebut.
Oky Wiratama selaku kuasa hukum Jumhur mengatakan, sidang akan berlangsung pada pukul 10.30 WIB. Nota keberatan yang diajukan pada sidang pekan lalu, lanjut dia, sebagai bentuk tanggapan atas dakwaan JPU.
“Agenda hari ini tanggapan jaksa atas eksepsi terdakwa pukul 10.30 WIB,” kata Oky kepada wartawan, Kamis hari ini.
Dalam sidang pekan lalu, Kamis (28/1/2021), kubu Jumhur menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mampu mengurai unsur keonaran masyarakat. Selain itu, mereka menyatakan JPU tidak mampu memberi penjelasan, sehingga bisa dikatakan tidak cermat.
“Dalam dakwaanya penuntut umum tidak menguraikan unsur ‘dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat’ sehingga surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum menjadi tidak cermat, jelas dan lengkap,” ucap Oky, pekan lalu.
Oky menyatakan, JPU berasumsi terlalu jauh dalam menyebut jika Jumhur tidak mengerti isi UU Cipta Kerja. Kenyataannya, pada saat Jumhur mengunggah pernyataan di media sosial, draf UU Cipta Kerja telah disebar secara resmi oleh DPR.
“Penuntut umum dalam dakwannya terlampau jauh berasumsi yang menyatakan bahwa terdakwa tidak mengetahui secara pasti isi dari undang-undang cipta kerja. Padahal saat terdakwa memposting kalimat tersebut, draf awal UU Cipta Kerja sudah disebar oleh DPR melaliu situs resmi DPR,” jelasnya.
Oky menilai, dakwaan terhadap Jumhur tidak sah. Hal itu lantaran JPU mengubah surat dakwaan sebelum persidangan berlangsung.
Untuk itu, Oky meminta pada majelis hakim untuk mengabulkan eksepsi Jumhur. Tak hanya itu, dia meminta agar hakim menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Jumhur juga dianggap dengan cuitannya membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
Dalam dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.