Jadi Tersangka, KPK Yakin Ungkap Keterlibatan Nurdin Abdullah

Ilustrasi Gedung KPK/foto:Ist. Pansel KPK
Ilustrasi

GEMPITA.CO-KPK menetapkan 3 tersangka dalam OTT di Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka ialah Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah; Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Sulsel, Edy Rahmat; dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.

Terjeratnya Nurdin dalam kasus suap dan gratifikasi di KPK tentu mengagetkan banyak pihak. Sebab selama ini, Nurdin dikenal sebagai sosok kepala daerah yang berprestasi. Adapun juru bicaranya sebelumnya menyebut Nurdin bukan terjaring OTT KPK, melainkan hanya dijemput saat tidur.

Bacaan Lainnya

Meski demikian, KPK berkeyakinan Nurdin terlibat kasus suap. Keyakinan KPK lantaran Nurdin diduga kerap mengarahkan Edy agar memenangkan Agung dalam proyek-proyek di Sulsel. Sehingga biaya operasional kegiatan Nurdin tetap bisa dibantu Agung.

“NA (Nurdin Abdullah) mengatakan yang penting operasional kegiatan NA tetap bisa dibantu oleh AS (Agung Sucipto)” ujar Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (28/2) pagi.

Firli menyebut, Agung telah lama mengenal baik Nurdin sejak masih menjabat Bupati Bantaeng. Agung pun ingin mendapatkan proyek infrastruktur di Sulsel pada 2021.

Adapun sebelumnya AS telah mengerjakan beberapa proyek lain di Sulsel di antaranya:

a. Peningkatan Jalan Ruas Palampang – Munte – Bontolempangan di Kab. Sinjai/Bulukumba (DAK Penugasan) TA 2019 dengan nilai Rp 28,9 miliar.

b. Pembangunan Jalan Ruas Palampang – Munte – Bontolempangan (DAK) TA 2020 dengan nilai Rp 15,7 miliar.

c. Pembangunan Jalan Ruas Palampang – Munte – Bontolempangan 1 1 Paket (APBD Provinsi) dengan nilai Rp 19 miliar.

d. Pembangunan Jalan, Pedisterian Dan Penerangan Jalan Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Prov. Sul-Sel 2020 ke Kab. Bulukumba) TA 2020 dengan nilai proyek Rp 20,8 miliar

e. Rehabilitasi Jalan Parkiran 1 Dan Pembangunan Jalan Parkiran 2 Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Prov. Sul-Sel 2020 ke Kab. Bulukumba) TA 2020 dengan nilai proyek Rp 7,1 miliar.

“Sejak bulan Februari 2021, telah ada komunikasi aktif antara AS dengan ER (Edy) sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan NA untuk bisa memastikan agar AS mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya di tahun 2021,” ucap Firli.

Firli menyebut dalam beberapa komunikasi itu, diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang akan dikerjakan Agung.

“Sekitar awal Februari 2021, NA sedang berada di Bulukumba bertemu dengan ER dan AS yang telah mendapatkan proyek pekerjaan Wisata Bira,” kata Firli.

“NA menyampaikan pada ER bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali dikerjakan oleh AS yang kemudian NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022,” lanjutnya.

Kemudian pada akhir Februari, Edy menyampaikan ke Nurdin bahwa fee proyek yang dikerjakan Agung sudah diberikan kepada pihak lain. Atas penyampaian tersebut, Nurdin menyatakan terpenting Agung tetap bisa membantu operasionalnya.

“AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp 2 miliar kepada NA melalui ER,” kata Firli.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Firli menyatakan Nurdin diduga turut menerima gratifikasi dari beberapa kontraktor lain terkait proyek infrastruktur. Berikut daftar dugaan penerimaan gratifikasi Nurdin:

– Akhir 2020: Nurdin menerima uang sebesar Rp 200 juta.

– Pertengahan Februari 2021: Nurdin melalui ajudannya, Samsul Bahri, menerima uang Rp 1 miliar.

– Awal Februari 2021: Nurdin melalui Samsul kembali menerima uang Rp 2.2 miliar.

Sehingga total suap dan gratifikasi yang diterima Nurdin terkait proyek infrastruktur di Sulsel mencapai Rp 5,4 miliar.

Atas perbuatan tersebut, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara Agung selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pos terkait