Kanal Banjir Timur Mengering, Warga Melintas di Dasar Sungai

Gempita.co – Kemarau yang melanda wilayah DKI Jakarta telah menyebabkan penurunan debit air di Kanal Banjir Timur (KBT) sepanjang Jalan Inspeksi KBT Malaka Sari hingga Jalan Rawa Bebek, Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

Warga yang melintas dasar sungai KBT yang terlihat tergenang lumpur dan timbunan sampah plastik.

Bahkan, di beberapa area di wilayah Rawa Bebek, tanah di tepi KBT nampak retak-retak.

Petugas dari Pos Duga Air Weir I Malaka Sari, Duren Sawit, yang ditemui di lokasi pada hari Senin, menjelaskan bahwa penurunan permukaan air di KBT terjadi akibat dari musim kemarau yang telah berlangsung sejak Juli 2023.

Menurutnya, penurunan air di KBT disebabkan oleh fakta bahwa air yang mengalir ke KBT bukan berasal dari sumber mata air.

“Kalau permukaan tanah turun, maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan air,” jelas Sutisna di pintu air Malaka Sari.

Dia menjelaskan bahwa penurunan permukaan air juga dapat dilihat dari ketinggian dan kedalaman air di dalam bendungan.

“Jika dalam keadaan normal, saat pintu air dibuka, permukaan air bendungan akan setinggi 30-50 cm. Namun saat musim kemarau ini, permukaan air bendungan pun hanya sebatas 15-20 cm saja,” tambahnya.

Untuk mengantisipasi kekeringan di beberapa wilayah sungai, Pos Duga Air Weir I Malaka Sari terpaksa melakukan penggelontoran air (flushing) untuk menjaga agar permukaan tanah tidak semakin rendah.

Sutisna menjelaskan bahwa jika permukaan tanah semakin turun, masyarakat akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan air.

Dia menyebutkan bahwa saat musim hujan, lima sungai yang mengalir ke KBT, yaitu Sungai Cipinang, Sungai Sunter, Sungai Buaran, Sungai Jati Kramat, dan Sungai Cakung, mengalirkan air yang melimpah hingga ke wilayah permukiman.

Namun, selama musim kemarau, tidak ada aliran air tambahan yang masuk ke KBT.

Sutisna mencontohkan bahwa Sungai Buaran dan Sungai Jati Kramat, sebagian besar aliran airnya berasal dari limbah rumah tangga di sekitar sungai tersebut.

Hal serupa terjadi pada Sungai Sunter yang bergantung pada aliran dari Situ Cilangkap.

Begitu pula dengan Sungai Cipinang yang aliran airnya terkait dengan aliran dari Situ Jatijajar.

“Ini sungai-sungai kritis. Itu semua limbah dari rumah tangga. Jadi lebih banyak suplai airnya itu dari rumah tangga,” jelas Sutisna.

*Berbagai Sumber

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali