Kelola SDA, KKP Optimalkan Peran Serta Masyarakat dan Keseimbangan Lingkungan

JAKARTA, Gempita.co- Guna menyiapkan sumber daya manusia (SDM) terampil yang akan mengelola potensi kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) menggelar _Training of Trainers (ToT)._ Senin (23/11), dua ToT sekaligus, yaitu ToT Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) dan ToT _Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM)_ Jenjang Perencana Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.

ToT Pokmaswas digelar secara virtual selama 6 hari, yaitu pada 23 – 30 November 2020 dengan metode penyampaian materi dilanjutkan belajar mandiri. ToT ini diikuti oleh 50 peserta yang berasal dari empat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, yaitu Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Bali, Pangkalan Pengawasan SDKP Tual, Stasiun Pengawasan SDKP Ambon, Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Ambon, dan lima NGO yaitu WWF, WCS, CTC, CI, dan RARE. Tak jauh berbeda, ToT EAFM juga digelar pada 23 – 30 Novermber 2020 dan diikuti oleh 15 unit kerja lingkup KKP.

Bacaan Lainnya

Kepala BRSDM Sjarief Widjaja menyebut, pelatihan bagi Pokmaswas dilakukan dalam rangka mendukung peran serta masyarakat dalam melindungi sumber daya kelautan dan perikanan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, sebagai mitra pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan, Pokmaswas memiliki perlindungan dan payung hukum yang kuat.

Sementara itu, EAFM merupakan sebuah konsep penyeimbang tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi, dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan. Untuk itu dibutuhkan pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif, dan berkelanjutan.

Menurut Sjarief, tiga prinsip utama Pokmaswas yaitu 3M, melihat, mendengar, dan melaporkan. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah, masyarakat bekerja sama dengan aparat keamanan dan penegak hukum untuk mengawasi pelaku utama/pelaku usaha agar kegiatan yang mereka lakukan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kerja sama pengawasan pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat ini telah menciptakan efektivitas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di lapangan,” tutur Sjarief.

Menyadari pentingnya peran Pokmaswas ini, KKP melakukan pembinaan dan pengembangan kapasitas. Tujuannya agar Pokmaswas mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara benar dan mengembangkan kelompoknya secara mandiri.

Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) bersama Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dengan dukungan Tim _SEA Project USAID_ telah merumuskan Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) dan modul bagi Pokmaswas dalam tiga jenjang, yaitu pemula, menengah, dan mandiri.

Terobosan lain dalam kerja sama dengan _SEA Project USAI_ adalah penyusunan buku saku Pokmaswas. Buku saku ini dinilai sebagai sarana belajar mandiri yang efektif di tengah situasi Covid-19 saat ini.

Adapun EAFM menjadi isu penting mengingat terjadinya ancaman kelestarian sumber daya ikan, degradasi habitat perairan pesisir dan laut, dan kurangnya pemahaman dan kesadaran manusia atas kelestarian perairan.

“Pemahaman dan kesadaran kita akan pentingnya menjaga ekosistem sangat dibutuhkan agar ketersediaan stok ikan tetap terjaga. Inisiasi EAFM di WPP-NRI ini merupakan bukti konsistensi KKP dalam meningkatkan produksi perikanan tanpa merusak ekosistem,” jelas Sjarief.

Ia menilai, pengelolaan perikanan yang efektif dan bertanggung jawab mutlak diperlukan untuk melindungi tiga unsur utama yaitu ekosistem, sosial ekonomi, dan tata kelola perikanan. Tujuannya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan produktivitas sumber daya hayati secara berkelanjutan.

“Untuk mewujudkan pengelolaan perikanan yang tepat dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu berkerja secara profesional dan memiliki kompetensi dalam perencanaan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem. Saya berharap, melalui ToT ini terjadi _sharing skills and knowledge_ antara _master trainer_ dengan peserta latih yang akan menjadi calon _trainer,”_ tandas Sjarief.

*Sediakan Alternatif Pilihan Budidaya bagi Masyarakat*
Selain menyiapkan calon pelatih andal, tak kalah penting KKP juga menyiapkan pelaku utama/usaha sektor kelautan dan perikanan yang terampil. Terlebih di situasi sulit seperti saat ini, SDM dituntut untuk kreatif dan inovatif agar dapat menciptakan peluang-peluang usaha yang dapat menghasilkan rupiah.

Usaha-usaha di bidang budidaya perikanan baik budidaya untuk ikan konsumsi maupun budidaya ikan hias adalah salah satu usaha yang terbukti tepat dalam menghadapi masa pandemi ini. Peluang usaha budidaya ikan konsumsi terbuka lebar, mengingat dengan jumlah penduduk 268,5 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar potensial untuk produk perikanan. Apalagi dikaitkan dengan isu kesehatan, pemenuhan gizi, dan peningkatan sistem imun tubuh, ikan menjadi semakin diminati.

Begitu pula dengan budidaya ikan hias. Di tengah pandemi ini, usaha budidaya ikan hias meningkat signifikan hampir di semua jenis. Ikan cupang dan guppy misalnya, penjualannya mengalami kenaikan 30-100%.

Oleh karena itu, tanggal 21-22 November 2020, melalui BPPP Tegal, Pusaltluh KP menggelar pelatihan budidaya ikan bagi 100 masyarakat perikanan di Kabupaten dan Kota Serang, Provinsi Banten, bertempat di Unit Praktik Lapang Akuakultur dan Sumber Daya Perairan (UPL-ASDP) Politeknik AUP. Pelatihan ini merupakan kerja sama KKP dengan Komisi IV DPR RI yang diinisiasi Anggota Komisi IV DPR RI, Nuraeni.

Kepala Puslatluh KP, Lilly Aprilya Pregiwati mengatakan, kali ini pihaknya menyediakan empat tema pelatihan yang dilaksanakan pada waktu yang sama. Tema-tema tersebut adalah budidaya ikan hias cupang dan guppy, budidaya ikan lele sistem ‘Budikdamber’, budidaya ikan sistem _Recirculating Aquaculture System (RAS),_ dan budidaya ikan air payau. Peserta dibebaskan untuk memilih satu dari empat tema pelatihan ini sesuai dengan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki.

Menurut Lilly, di masa pandemi ini, popularitas ikan cupang paling melejit jika dibandingkan dengan ikan hias lainnya. Menurutnya, bisnis ikan hias cupang ini sangat menggiurkan karena selain mudah dibudidayakan, ikan cupang ini juga memiliki peminat yang luar biasa banyak. “Ini terbukti ketika BPPP Tegal pernah melaksanakan pelatihan ikan cupang, pendaftar yang masuk 2.881 orang,” tutur Lilly.

Selain cupang, ikan guppy dengan tubuh kecil, mungil, dan punya warna ekor yang menarik ternyata juga digandrungi. Ikan ini bahkan menjadi ikan yang wajib bagi pecinta _aquascape._ “Metode budidayanya pun sangat mudah dan bisa dilakukan di rumah-rumah masing-masing,” lanjut Lilly.

Sementara, untuk budidaya ikan konsumsi, sebagai solusi terbatasnya lahan budidaya, pihaknya memperkenalkan sistem Budidaya Ikan dalam Ember (Budikdamber). Tak hanya untuk budidaya ikan, media ember di sini juga dapat ditanami sayur-sayuran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Budidaya lele Budikdamber ini merupakan solusi yang tepat bagi kegiatan budidaya dan pertanian di lahan yang sempit. Sistem ini hemat penggunaan air, mudah dilakukan oleh masyarakat di rumah masing-masing dengan modal yang relatif kecil, tetapi mampu mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Ini bagai ungkapan ‘Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui’,” ucap Lilly.

Masih terkait budidaya ikan konsumsi, KKP juga melatih masyarakat melakukan budidaya dengan sistem RAS. Dengan sistem ini, air yang digunakan untuk budidaya ikan diedarkan melalui beberapa proses sehingga kotoran ikan, sisa makanan, dan senyawa, serta gas beracun yang dihasilkan dari kegiatan budidaya yang dapat menimbulkan berbagai penyakit dan kerusakan air akan terperangkap dalam kolam sedimentasi. Selanjutnya, air yang sudah melalui proses di tangki sedimentasi akan dikembalikan kembali ke kolam pembesaran ikan.

“Metode budidaya ini akan sangat efektif dalam menghemat air, selain itu juga tidak membutuhkan lahan yang luas untuk kegiatan budidaya,” terang Lilly.

Terakhir, bagi masyarakat yang telah memiliki lahan tambak, KKP memberikan pelatihan dan mengajarkan tips dan trik sukses berbudidaya air payau.

Lilly menuturkan, dengan banyaknya pilihan alternatif usaha yang ditawarkan, ia berharap akan banyak peserta yang tergugah untuk menjadi pembudidaya ikan. Ia berpendapat, usaha ini sangat menjanjikan mengingat peluang masih terbuka lebar, pasar cukup besar, dan cara berbudidayanya pun mudah dan praktis.

“Bagi peserta yang sudah mempunyai usaha budidaya ikan harapan kami akan meningkat pengetahuan dan kompetensinya tentang teknologi-teknologi terkini tentang budidaya ikan air tawar. Sistem budidaya ikan dari tahun ke tahun terus berkembang, mulai dari cara tradisional dan sekarang sudah berkembang sistem bioflok, RAS, dan sebagainya. Kita harus mengikuti perkembangan dan tuntutan cara budidaya yang efisien dan efektif agar dapat menghasilkan produktivitas tinggi dengan biaya produksi yang seminimal mungkin,” pungkasnya.

Pos terkait