KKP: Balai Perikanan Budidaya Jadi Katalisator Ekonomi Sektor Kelautan dan Perikanan

Foto:dok.Humas Ditjen Perikanan Budidaya

Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan subsektor perikanan budidaya sebagai leading sektor perekonomian nasional. Ini dilakukan lantaran subsektor perikanan budidaya memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan menjadi salah satu sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat, penyediaan lapangan kerja serta mendukung ketahanan pangan.

“Paradigma peran UPT dari hanya sebatas pelayan masyarakat dan sebagai agent of change serta pemberi solusi, saat ini bertambah perannya sebagai katalisator ekonomi, artinya bukan hanya sebagai pusat informasi teknologi saja tetapi mampu memberikan dampak sebagai penghela kegiatan ekonomi para pembudidaya dan berkontribusi bagi perekonomian nasional,” jelas Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono saat berkunjung di BLUPPB Karawang (7/1).

Bacaan Lainnya

Menteri Trenggono menegaskan kita harus bisa kembangkan perikanan budidaya seperti perikanan budidaya di Australia, Norwegia, Jepang, dan juga Vietnam yang sektor perikanan budidayanya sudah berkembang karena Indonesia memiliki lahan dan komoditas yang sangat potensial.

Dalam rangka meningkatkan produksi perikanan budidaya berkelanjutan adalah dengan mengoptimalkan peran UPT dengan potensi sumber daya manusia yang mumpuni di bidang perikanan budidaya serta potensi lahan yang bisa dikelola untuk pengembangan perikanan budidaya dengan selalu memperhatikan keberlanjutan ekosistem.

Foto:dok.Humas Ditjen Perikanan Budidaya

Trenggono menambahkan kita semua harus terus menjaga kesolidan di Internal KKP dan terus berkonsolidasi dengan seluruh stakeholder terkait dalam rangka memajukan sub sektor perikanan budidaya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya pembudidaya secara optimal, bertanggungjawab dan berkelanjutan.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) mempunyai 15 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Keberadaaan 15 UPT sebagai ujung tombak implementasi kebijakan KKP di daerah, produktivitasnya bukan hanya sebagai pelayan masyarakat saja tetapi sebagai katalisator ekonomi sekaligus bisa mengimplementasikan pembangunan perikanan budidaya bernilai ekonomi bagi negara. Kemudian memberikan dampak kepada masyarakat luas terhadap peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Slamet menjelaskan UPT sebagai inti artinya sebagai sumbernya inovasi teknologi terapan yang dapat diterapkan dengan mudah oleh masyakarat khususnya pembudidaya serta sebagai sumber informasi usaha bisnis perikanan budidaya. UPT harus berpikir global dan punya visi dan misi serta berwawasan ke depan, sebagai agen usaha perikanan budidaya yang nantinya dapat mengembangkan plasmanya meluaskan kegiatan perikanan budidaya yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan PDB Indonesia.

Foto:dok.Humas Ditjen Perikanan Budidaya

“Kedepan subsektor perikanan budidaya diharapkan fokus kepada pengembangan komoditas berbasis kawasan dan terintegrasi. Karenanya kedepan kita akan rumuskan dan bangun kawasan kawasan pengembangan bisnis perikanan budidaya berbasis kepada keunggulan komoditas komoditas tersebut seperti Kampung Nila, Kampung Udang, Kampung Lobster, Kampung Rumput Laut,” paparnya.

“Kerjasama pengembangannya nanti dengan Pemerintah Provinsi dan juga Kabupaten/Kota. Pengembangan bisnis ini diharapkan berkontribusi lebih besar lagi bagi devisa negara, mendongkrak pertumbuhan nasional serta berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat,” tambah Slamet.

Sebagai informasi, lanjutnya, tahun ini paling tidak sudah ada, yang akan bisa dijadikan model misalnya kota 1000 bioflok di Prabumulih, kampung nila salin di Kabupaten Pati, kampung udang vaname di Kabupaten Aceh Timur dan kampung rumput laut di Seram Bagian Barat.

Slamet menjelaskan saat ini sedang membuat dan mematangkan program untuk mengimplementasikan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan bersama semua Eselon II lingkup Ditjen Perikanan Budidaya serta 15 Kepala UPT.

Seperti BLUPPB Karawang dan BBPBAP Jepara akan ditugasi dan mempersiapkan diri sebagai balai yang fokus mengerjakan tambak udang estate. BBPBAT Sukabumi fokus mengerjakan kolam bioflok nila, BBPBL Lampung dan BPBL Batam fokus mengerjakan budidaya kakap putih.

“Selanjutnya BPBL Lombok fokus mengerjakan budidaya lobster, BPBL Ambon fokus budidaya rumput laut dan balai balai lainnya sesuai dengan keunggulan dan potensi daerah masing masing,” terang Slamet.

Slamet mengatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan hadir di BLUPPB Karawang ingin melihat langsung potensi dan menghimbau peran aktif UPT DJPB dalam mengakselerasi pengembangan perikanan budidaya. Di BLUPPB Karawang akan dilakukan pembangunan kluster tambak udang sebanyak 13 kluster yang akan menjadi acuan dalam pengembangan kawasan tambak ke depan.

Pembangunan 13 Klaster Tambak Udang

“Pembangunan 13 Klaster Tambak Udang ini akan meliputi areal dengan luas mencapai 75 Ha. Harapannya yang tadinya produksinya 3-4 ton per hektar per tahun, nantinya dalam 1 tahun bisa mencapai sekitar 20-30 ton per hektar,” harap Slamet.

Foto:dok.Humas Ditjen Perikanan Budidaya

Slamet menegaskan, kunci sukses bisnis budidaya tambak udang ialah pola pengelolaan dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan yang menjadi faktor yang paling utama. Ketersediaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang efektif dan selalu menjaga kelestarian ekosistem adalah mutlak yang harus ada dan dilakukan dalam budidaya tambak udang apalagi teknologi intensif.

“Dengan tetap menjaga kualitas lingkungan melalui pengelolaan limbah yang efektif, kendala hama dan penyakit tidak menjadi hal yang berarti,” tandas Slamet.

Slamet berharap melalui tambak udang estate ini, peninggalan tambak rakyat bisa bangkit kembali menjadi percontohan serta menjadi tulang punggung untuk model model percontohan tambak udang nasional ke depan.

Kepala BLUPPB Karawang, Ikhsan Kamil menjelaskan, pembangunan dan rehabilitasi tambak seluas 75 hektar dengan disertai perbaikan tandon, normalisasi saluran inlet, pembangunan IPAL, rehabilitasi jalan produksi dan jembatan. Inovasi teknologinya berupa pembangunan tambak dengan konstruksi tambak full HDPE dengan menggunakan central drain dan pengaturan elevasi yang optimal untuk efisien dalam pemakaian energi dan percepatan proses panen.

“Dengan kapasitas produksi 2.000 ton per tahun, ditargetkan produktivitas sekitar 20-30 ton per Ha per tahun,” jelas Ikhsan.

Foto:dok.Humas Ditjen Perikanan Budidaya

Ikhsan menambahkan, BLUPPB Karawang siap kembangkan budidaya udang melalui pendekatan kawasan dengan menerapkan sistem klaster. Sehingga infrastrukturnya memadai dan manajemen pengelolaannya lebih integratif. Secara teknis, pendekatan klaster ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas, namun demikian pengelolaan sistem produksi harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Selain peresmian pembangunan dan rehabillitasi 13 klaster tambak udang di BLUPPB Karawang, Menteri Kelautan dan Perikanan didampingi oleh Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Dirjen Perikanan Budidaya, Dirjen PSDKP serta Dirjen PDSPKP juga melakukan kunjungan ke lokasi budidaya lele sistem bioflok dengan produktivitas sekitar 250-300 kg/bak.

Selanjutnya, budidaya lele dalam ember atau Budikdamber dengan produktivitas sekitar 7 kg/ember, pendederan kakap putih dengan kapasitas produksi sekitar 500.000 ekor benih ukuran 3-4 cm/tahun serta budidaya udang vaname dengan bak bulat yang produktivitasnya mencapai sekitar 150 kg/bak.

Sumber: Humas Ditjen Perikanan Budidaya

Pos terkait