Mahfud MD Bantah Tuduhan AS, Aplikasi Peduli Lindungi Melanggar HAM

Menko Pohukam Mahfud MD

Gempita.co – Aplikasi Peduli Lindungi dituding Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) melanggar hak asasi manusia (HAM).

Tuduhan tersebut langsung dibantah
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Indonesia, Mahfud MD.

Bacaan Lainnya

Bantahan yang sama disampaikan pula oleh Mahfud terkait dugaan pelanggaran HAM tentang pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh aparat keamanan di Indonesia.

“Aplikasi Peduli Lindungi untuk menangani covid-19 dengan sebaik-baiknya. Mungkin dianggap melanggar HAM karena orang yang terpantau covid-19 melalui aplikasi Peduli Lindungi selalu diketahui bahwa dia dilarang mengunjungi suatu tempat dan berdekatan dengan orang lain yang dianggap pelanggaran HAM,” ungkap Mahfud dalam keterangan resminya yang ia sampaikan kepada media di Jakarta, Sabtu (16/4).

Mahfud melanjutkan pembatasan mobilisasi masyarakat melalui aplikasi Peduli Lindungi merupakan cara pemerintah menangani covid-19 di Tanah Air. Cara tersebut dinilai efektif dan mendapatkan pengakuan dari dunia internasional yang menempatkan Indonesia sebagai negara terbaik di Asia dalam penanganan covid-19.

“Justru Amerika Serikat yang paling berada di barisan paling bawah. Indonesia jauh di atas itu. Jadi sudah bagus Peduli Lindungi. Kalau memang ada yang merasa terganggu saat masuk mal harus di-scan kemudian diketahui dan dibatasi gerakannya itu suatu konsekwensi,” ungkap Mahfud.

Mengenai pelanggaran HAM lain yang juga ada dalam catatan laporan 2021 Country Reports on Human Rights Practices yang dirilis Deplu AS, Mahfud menjelaskan bahwa dalam kurun waktu 2018 hingga 2021 jumlah laporan pelanggaran HAM Amerika jauh lebih tinggi dari Indonesia dengan total laporan pelanggaran HAM Amerika mencapai 76 kasus.

Meskipun demikian, Mahfud menjelaskan bahwa rilis Deplu AS terkait laporan pelanggaran HAM yang bersumber dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) tidak bisa dijadikan acuan sebagai bahan investigasi pelanggaran HAM.

“Itu hanya laporan, bukan investigasi. Tidak ada konsekwensi apa-apa karena memang laporan yang biasa saja yang kadang salah diartikan menjadi pelanggaran HAM serius seolah dewan resmi PBB mau menginvestigasi Indoensia,” jelas Mahfud.

AS mengeluarkan Laporan Negara tentang Praktik Hak Asasi Manusia selama hampir lima dekade. AS mengeklaim laporan itu ditujukan untuk memberikan catatan faktual dan objektif tentang status HAM di seluruh dunia pada 2021 yang mencakup 198 negara dan wilayah.

“Informasi yang terkandung dalam laporan-laporan ini sangat penting atau mendesak mengingat pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung di banyak negara, kemunduran demokrasi yang terus berlanjut di beberapa benua, dan otoritarianisme yang merayap yang mengancam hak asasi manusia dan demokrasi,” tulis Deplu AS.

Pos terkait