California, Gempita.co – Sejumlah laporan terkait kekerasan anti-Asia di seluruh AS telah menjadi berita utama baru-baru ini. Akan tetapi sentimen anti-Asia juga muncul secara online.
Peningkatan jumlah serangan dan kekerasan terhadap warga dan keturunan Asia di AS terus terungkap.
Namun umpatan juga terjadi secara online. Sekitar 17% warga Asia-Amerika melaporkan telah mengalami pelecehan secara online yang parah menurut survei bulan Januari 2021 yang dilakukan Liga Anti-Pencemaran Nama Baik (Anti-Defamation League). Angka itu naik dari 11% tahun sebelumnya.
Sei Chong, pimpanan editor dari Morning Consult mengemukakan, “Berbicara pelecehan secara online, 75% orang dewasa Asia yang mengalami pelecehan menyatakan itu karena ras dan etnis mereka. Itu sebenarnya sedikit lebih tinggi dibandingkan orang dewasa kulit hitam dan Hispanik yang juga mengalami pelecehan secara online.”
Morning Consult melakukan survei pada 1.000 orang dewasa Asia bulan Maret lalu dan menemukan 29% pernah mengalami pelecehan online, dengan 58% insiden terjadi di media sosial. Chong berpandangan dampak pelecehan itu lebih buruk daripada yang dilaporkan.
Sementara Yulin Hswen, dosen pengajar epidemiologi dan biostatistik menguraikan, “Dunia online menjadi lingkungan kita sekarang. Itu mempengaruhi orang-orang. Kalau itu terjadi secara daring, maka itu perlu ditanggapi dengan serius seperti halnya kalau terjadi secara luring.”
Profesor Universitas California itu mempelajari berkembangbiaknya tagar anti-Asia di Twitter. Yulin mengungkapkan pada titik tertentu, perlu diperhatikan korelasi dan tanda-tanda yang berjumlah sangat besar itu sehingga tidak dapat diabaikan lagi.
Ketika ujaran kebencian online menular, kebalikannya juga dapat dibenarkan – kata profesor Georgia Tech, Srijan Kumar. “Jika Anda dapat menyebarkan sanggahan terhadap pesan-pesan ujaran, jika Anda dapat mendukung, mendorong, dan menyatakan solidaritas sekaligus membela entitas Asia, maka itu pada dasarnya akan menciptakan suatu efek kaskade (berkembang secara berurutan) yang tak terhindarkan dalam sistem sosial masyarakat,” ulasnya.
Kumar menjelaskan paparan terhadap ujaran balasan berpotensi mencegah para penggunanya menjadi pembenci.
Dalam perang melawan kebencian secara online, para pakar tersebut menyatakan bahwa semua itu tergantung kekuatan kata-kata yang dilontarkan.
Sumber: voa