Pakar Sebut Kawasan Puncak Bogor Kemungkinan Bisa Kembali Diterjang Banjir Bandang

Vila di kawasan puncak Bogor - Foto: Istimewa

Bogor, Gempita.co – Bencana banjir bandang yang menerjang kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat pada 19 Januari 2021 lalu diperkirakan bisa terjadi lagi di masa mendatang.

Hal tersebut dikatakan oleh Pakar tata ruang sekaligus Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University, Dr Ernan Rustiadi.

Bacaan Lainnya

Menurut Ernan Rustiadi, bencana banjir bandang tersebut sudah pernah terjadi beberapa kali sebelumnya sehingga ada kemungkinan kejadian tersebut bisa terulang di masa mendatang.

“Kejadian serupa juga pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya,” katanya di Jakarta, Rabu, 27 Januari 20201, dilansir dari Antara.

Menurut warga sekitar, saat itu banjir terjadi sebanyak empat kali dalam satu hari di area PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.

Kampung Blok C dan Rawa Dulang diketahui menjadi daerah yang paling terdampak akibat bencana banjir bandang tersebut.

Melihat kondisi tersebut, Tim IPB University pada 21-23 Januari 2021 melakukan kunjungan khusus untuk menelaah terkait kejadian banjir itu.

Tim tersebut, khususnya tim dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), sudah sejak 2014 telah melakukan kajian dan pendampingan terkait aspek tata ruang dan kawasan di Puncak Bogor.

Pada kunjungan tersebut, pakar geomorfologi dan kebencanaan IPB University Dr Boedi Tjahjono menyimpulkan bahwa secara geomorfologis Kampung Blok C dan Rawa Dulang berada di bawah area cekungan (sub-daerah aliran sungai/DAS) yang dominan berlereng curam.

Tanahnya juga berbahan induk vulkanik (piroklastik dan lava) di mana material asal piroklastik yang sifatnya lepas, bersifat mudah bergerak atau longsor, sehingga longsoran dapat membendung sungai.

“Akumulasi air sungai dapat menjebol pembendungan air yang menyebabkan banjir bandang. Beberapa area di sekitarnya juga memiliki kecenderungan pergerakan tanah yang aktif,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB University sekaligus pakar mitigasi bencana Dr Baba Barus.

Menurut Baba Barus, daerah tersebut banyak yang tidak stabil sehingga secara alami ada wilayah yang rawan longsor dan menjadi potensi longsor selanjutnya.

“Peluang munculnya longsor kemungkinan terjadi jika tidak ada upaya untuk mencegahnya, ujarnya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan drone, populasi rumpun bambu di sepanjang sungai ternyata mampu membelokkan banjir bandang.

Rumpun bambu tersebut efektif memperkuat dinding-dinding sungai agar tidak menyebabkan longsor.

“Jadi kami rekomendasikan agar dilakukan penanaman bambu di sepanjang DAS untuk mengurangi dampak banjir bandang yang kemungkinan terjadi di masa yang akan datang, terutama di musim hujan yang ekstrim,” katanya.

Untuk itu, pakar tata ruang Ernan Rustiadi kembali memberikan rekomendasi jangka pendek dengan upaya pencegahan atau pembatasan aktivitas permukiman dan wisata di area terdampak, khususnya hingga berakhirnya masa puncak musim hujan.

Selain itu, monitoring harian menggunakan teknologi pemantauan jarak jauh dengan menggunakan teknologi drone dan lainnya di area-area rawan longsor semasa musim hujan juga perlu dilakukan.

Untuk rekomendasi jangka menengah dan panjang, pihak-pihak yang berwenang perlu membangun sistem pemantauan rutin secara terpadu dan teknologi informasi-komunikasi di kawasan rawan longsor.

Area-area tangkapan air dan sistem sempadan sungai yang memadai untuk mengantisipasi dan menampung potensi banjir bandang alami juga perlu disediakan.

Kemudian, penataan ulang area permukiman dan wisata di sekitar Area Kampung Blok C, Rawa Dulang dan sekitarnya dengan berbasis pertimbangan geomorfologis dan daya dukung lahan juga perlu diupayakan.

Selain juga perlunya mengembangkan sistem proteksi atau penghalang buatan dan biologi berupa rumpun bambu dan juga tata kelola pengendalian tata ruang dan pertanahan berbasis teknologi informasi dan kelembagaan koordinasi lintas pihak.

Rekomendasi tersebut secara umum berlaku untuk area sekitarnya dengan pertimbangan karakteristik geomorfologis masing-masing.

“Rekomendasi ini sudah kami disampaikan kepada kawan-kawan di PTPN VIII. Tentunya ini juga jadi masukan bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang terkait pengendalian tata ruang.” kata Ernan Rustiadi.

Pos terkait