Pengusaha  Rokok dan Petani Tembakau Tolak Kenaikan Cukai Rokok

Jakarta, Gempita.co- Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji, mengatakan tahun ini kesejahteraan petani tembakau hancur akibat harga jual tembakau yang rendah.

 

Bacaan Lainnya

Industri hasil tembakau, salah satu industri strategis nasional yang terpukul dan terpuruk akibat wabah COVID-19.

Keterpurukan semakin bertambah setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan lewat peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 152/ 2019 yang telah menaikkan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok masing masing sebesar 23 persen dan 35 persen.

Apabila tahun 2021 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sama, IHT diyakini akan semakin babak belur.

I

berarti ribuan tenaga kerja IHT termasuk para petaninya akan kehilangan pekerjaan. Agus menjelaskan, harga jual tembakau rendah karena pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan cukai dan harga jual eceran yang sangat tinggi di tahun 2019 yang berlaku mulai April 2020. Akibatnya, harga rokok juga tinggi.

“Daya beli masyarakat sedang menurun karena adanya wabah COVID-19. Produksi dan penjualan rokok menurun. Jika benar akan ada kenaikan harga cukai, kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat industri hasil tembakau di Tanah Air akan makin parah,” papar Agus Parmuji, di Jakarta, Rabu (28/10/2020).

Agus menjelaskan, akibat kebijakan kenaikan cukai yang tinggi saat ini para petani tembakau mengalami kesulitan melanjutkan mata pencahar onian di bidang perkebunan tembakau.
Apalagi di masa pandemi COVID-19, petani tembakau perlu bertahan hidup dari himpitan ekonomi akibat COVID-19.

Kondisi ini seharusnya menjadi kajian dan perhatian pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. ”Petani dan buruh industri tembakau sudah menderita kok cukai malah mau dinaikkan lagi,” ungkap Agus Pamuji.

Menurut Ketua DPN APTI, pemerintah hanya sepihak dalam mengambil kebijakan cukai. Pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam wacana kenaikan cukai rokok ini. Padahal, seharusnya pemerintah mengajak semua pihak untuk duduk bersama.

”Kalau penyerapan industri tembakau melemah apa pemerintah mau beli hasil tembakau kami? Jangan hanya buat kebijakan tapi tidak ada solusi bagi permasalahan ekonomi masyarakat petani dan buruh industri hasil tembakau,” tegas Agus Pamudji.

Sementara, Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sudarto menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, kenaikan cukai tahun 2020 yang mencekik ditambah dengan mewabahnya pandemi COVID-19, telah membuat kondisi industri hasil tembakau (IHT) semakin tertekan dan tidak menentu.

Imbasnya dari kenaikan cukai di tahun 2020, para pekerja, anggota FSP RTMM SPSI yang terlibat dalam sektor industri IHT telah mengalami penurunan penghasilan akibat adanya penurunan produksi rokok. Bahkan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan.

“Penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja. Pertanyaannya, dimanakah peran Pemerintah untuk melindungi rakyatnya, khususnya pekerja yang menggantungkan penghidupannya dari industri legal ini?” ungkap Ketua FSP RTMM SPSI Sudarto.

Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan sepakat dan sependapat dengan permyataan Ketua Umum DPN APTI dan Ketua Umum FSP RTMM SPSI.

Henry Najoan berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 17 persen pada tahun 2021. Hal ini mengingat Industri Hasil Tembakau (IHT) termasuk salah satu yang terpukul dan menderita akibat wabah COVID-19.

Menurut Henry, pemerintah saat ini tengah fokus melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi COVID-19. Bila pemerintah tidak menaikan cukai rokok, maka pemerintah memang serius dan berkomitmen menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri rokok dan perkebunan tembakau.

“Sudah seharusnya pemerintah melindungi industri strategus nasional yakni IHT dengan tidak menaikan CHT di tahun 2021. Jika pemerintah menaikan cukai rokok hal ini hanya akan menambah beban industri nasional,” tegas Henry Najoan.

Lebih lanjut Henry menjelaskan, saat ini perekonomian Indonesia sedang mengalami resesi. Sementara pada 2021 itu kemungkinan baru masuk masa recovery atau pemulihan ekonomi.
”Untuk itu, GAPPRI meminta pemerintah khususnya Kementerian Keuangan jangan membuat regulasi yang melemahkan kelangsungan industri hasil tembakau nasional. GAPPRI juga berharap pada 2021 tidak ada kenaikan tarif cukai, tetap mempertahankan jumlah layer industri tetap 10 layer dan juga mempertahankan Harga Jual Eceran (HJE),” ungkap Henry Najoan.

Pos terkait