Jakarta, Gempita.co – Masifnya tes swab dan rapid test di Jakarta belum bisa menyelesaikan penyebaran Covid -19. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai masih kebingungan untuk meredam penyebaran virus corona di ibu kota.
Ketua Fraksi PKB-PPP DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas menilai, hingga kini Anies belum menemukan formula yang pas.
“Belum menemukan cara yang pas intinya. Pak Anies belum menemukan cara yang pas (menangani pandemi corona),” kata Hasbi kepada wartawan, Rabu (19/8/2020).
Komentar Hasbi ini menanggapi pernyataan Anies yang mengatakan bahwa saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serba tidak tahu mengenai virus corona yang tak kasat mata. Anies mengibaratkan kondisi saat ini seperti memasuki sebuah daerah tanpa peta.
Hasbi mengatakan, saat ini penyebaran virus corona di Jakarta belum sepenuhnya terdeteksi. Hal ini, kata dia, karena tes swab dan PCR masih dianggap kurang masif. Padahal, menurut klaim Pemprov DKI Jakarta, pihaknya telah melakukan tes swab ke warga dengan cukup masif.
Bahkan, berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, sebanyak 514.598 orang telah dilakukan tes PCR.
Dalam sejumlah kesempatan, Pemprov DKI juga menyebut jumlah kapasitas tes tersebut telah empat kali lipat melampaui standar tes yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Namun realitas di lapangan menunjukkan kebingungan Anies. Sebab masifnya tes yang dilakukan tak berdampak pada penurunan angka kasus positif di Jakarta.
“Cara penyelesaiannya Pak Anies mungkin bingung, penanganan corona ini. Penyelesaiannya bagaimana, ini corona dihantam gini, udah 4 kali lipat (tes) dari WHO, tapi kenyataannya di DKI enggak kurang-kurang kan (kasus positif),” tutur Hasbi.
Lebih lanjut, menurut dia, saat ini yang dapat dilakukan Pemprov DKI adalah dengan memperketat pengawasan. Ia melihat, saat ini pengawasan yang dilakukan Pemprov DKI masih belum maksimal.
“Ini bagaimana caranya jajaran Pak Anies ini melakukan pengawasan yang lebih ketat, PSBB kan diterapkan, coba ada enggak perubahan PSBB diterapkan sama enggak diterapkan? Sama aja. Itu penyebabnya pengawasannya kurang maksimal,” ujar Hasbi.
Kendati demikian, Anggota Komisi A itu menyadari bahwa persoalan ini tidak hanya dihadapi di Jakarta atau bahkan daerah lain di Indonesia. Di belahan dunia lain juga mengalami hal serupa.
Tidak hanya itu, Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi juga kesulitan memantau pergerakan orang dari luar daerah. Apalagi, selama PSBB transisi, warga dari daerah lain masih bisa keluar masuk Jakarta untuk bekerja.
“Karena kan di Jakarta ini, mohon maaf banyak orang-orang daerah yang masuk ke Jakarta tiap hari, itu yang tidak terdeteksi. Coba bayangkan, berapa banyak orang Bekasi tiap hari masuk Jakarta, dan di Bekasi pun berjalan enggak itu (penerapan protokol kesehatan),” ungkap Hasbi.