Jakarta, Gempita.co – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (2/10/2020) menggelar sidang terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra dari daftar red notice.
Sidang tersebut dihadiri terpidana Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Dalam perkara ini, Prasetijo didakwa menerima uang senilai 150 ribu dolar AS. Uang tersebut diberikan melalui terdakwa Tommy Sumardi guna menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan Direktorat Jenderal Imigrasi.
“Brigjen Pol Prasetijo Utomo menerima 150 ribu dolar AS dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte menerima 200 ribu Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Joko Soegiarto Tjandra melalui Tommy Sumardi,” kata jaksa saat membacakan dakwaan.
Perkara ini bermula saat Djoko Tjandra meminta bantuan pada Tommy dalam urusan penghapusan red notice yang ada di Divisi Hubungan Internasional Polri. Sebab, Djoko Tjandra yang kala itu berstatus buron hendak mengurus Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jalarta Selatan.
Dengan demikian, Tommy berupaya membantu Djoko Tjandra dengan cara menghubungi Prasetijo. Pada tanggal 9 April 2020, dia mengirim pesan singkat yang berisi file surat dari istri Djoko Tjandra.
Setelahnya, Prasetijo meneruskan pesan singkay itu kepada seseorang bernama Brigadir Fortes. Lalu, dia memberi perintah paxa Brigadir Fortes untuk mengedit surat tersebut sesuai format permohonan penghapusan red notice.
“Setelah selesai diedit Brigadir Fortes mengirimkan kembali file tersebut untuk dikoreksi Brigjen Prasetijo, yang selanjutnya file konsep surat tersebut dikirimkan oleh Brigjen Prasetijo kepada Tommy Sumardi,” beber jaksa.
Selanjutnya, Prasetijo mengenalkan Tommy pada Napoleon — yang kala itu menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri. Dalam pertemuan tersebut, Napoleon menyebut jika red notice Djoko Tjandra bisa dibuka — dengan bayaran Rp 3 miliar.
“Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa ‘red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya’. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh Irjen Napoleon dijawab ‘3 lah ji (Rp 3 miliar),” lanjut jaksa.
Seusai pertemuan itu, Tommy selanjutnya memberi kabar pada Djoko Tjandra. Berikutnya, Djoko Tjandra mengirmkan uang senilai 100 ribu dolar AS. Uang tersebut kemudian dibawa Tommy kepada Napoleon — ditemani oleh Prasetijo pada 27 April 2020.
Saat perjalanan hendak bertemu dengan Djoko Tjandra, Prasetijo sempat melihat uang yang dibawa oleh Tommy. Kepada Tommy, Prasetijo berkata, ‘banyak banget ini ji buat beliau? buat gw mana?’
“Dan saat itu uang dibelah dua oleh terdakwa dengan mengatakan ‘ini buat gw, nah ini buat beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2’,” sambungnya.
Jaksa mengatakan, Tommy hanya membawa 50 ribu dolar AS saat bertemu dengan Napoleon. Namun, jumlah tersebut ditolak mentah-mentah oleh Napoleon — bahkan dia meminta Rp 7 miliar dengan alasan uang tersebut bukan untuk dia seorang.
“Tommy Sumardi menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak 50 ribu dolar AS, namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan ‘ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik ji jadi 7 ji, soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata ‘petinggi kita ini’. Selanjutnya sekira pukul 16.02 WIB Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo dengan membawa paper bag warna gelap meninggalkan gedung TNCC Mabes Polri,” jelas jaksa.
Pada bulan Mei 2020, Prasetijo masih saja menghubungi Tommy untuk meminta uang. Bahkan, Prasetijo meminta jatah tersebut melalui sambungan telpon.
“Terdakwa Brigjen Prasetijo menghubungi Tommy Sumardi melalui sarana telepon dengan mengatakan ‘Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gw punya’ dan dijawab oleh Tommy, ‘sudah, jangan bicara ditelepon, besok saja saya ke sana’,” lanjut jaksa.
Esoknya, Tommy datang menemui Prasetijo dengan membawa uang 50 ribu dolar AS. Uang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Prasetijo.
“Sehingga total uang yang diserahkan oleh Tommy Sumardi kepada terdakwa Brigjen Prasetijo adalah sejumlah 150 ribu dolar AS,” imbuh jaksa.
Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber: berbagai sumber