Potret Toleransi Agama di Uganda: Kuil Namugongo Mempersatukan Umat Muslim dan Kristen

Gempita.co – Ribuan umat beragama Kristen dan Muslim, setiap tahun di bulan Juni berkumpul di sebuah kuil di desa Namugongo, Uganda tengah, 12 kilometer (9 mil) dari ibu kota Kampala, Uganda.

Bahkan peziarah dari negara-negara Afrika lainnya berjalan kaki bersama untuk mencapai kuil guna memperingati tragedi pembunuhan warga yang telah masuk Kristen dan Islam.

Menurut Badru Kateregga, profesor dan ketua Dewan Tertinggi Muslim Uganda, 73 Muslim, 23 Anglikan, dan 22 Katolik dibunuh atas perintah Mwanga II, seorang raja lokal pada tahun 1886.

Juru bicara polisi Uganda, Fred Enanga mengatakan mereka memperkirakan lebih dari dua juta orang berkumpul di kuil itu.

Karena pandemi, tidak ada ziarah ke Namugongo sejak 2019.

Abbas Ogude, 45, seorang Muslim, dan tetangga Kristennya Christopher Elegue berjalan kaki bersama dari kota Arua di Uganda utara untuk memberi hormat di kuil Namugongo.

Sambil membawa tas kecil berisi makanan dan air di kepala mereka, mereka mengobrol sambil berjalan dan berbagi roti bersama.

“Kami berjalan bersama sebagai saudara. Tidak masalah apakah seseorang berjalan di samping seorang Muslim atau Kristen,” kata Oguda.

Elegue mengatakan mereka memperingati orang-orang yang menganut semua agama.

“Ada yang Katolik, Protestan, dan Islam. Jadi, tidak heran kami berjalan bersama ke Namugongo. Kami mungkin berbeda agama tapi sama saja, kita semua tahu bahwa ada satu Tuhan Yang Maha Esa. Namugongo menyatukan semua agama,” tukasnya.

Upacara utama di kuil diadakan setiap tahun pada tanggal 3 Juni. Oleh karena itu, para peziarah mencapai tempat itu pada tanggal 1 Juni.

Pada tahun 1969 Paus Paulus VI mengunjungi dan memimpin misa di tempat itu, yang dihadiri oleh lebih dari 10 kepala negara Afrika.

Sejak itu, dua paus lainnya telah mengunjungi tempat itu termasuk Paus Fransiskus saat ini.

Peziarah di seluruh Afrika

Umat ​​Katolik telah mengkanonisasi mereka yang terbunuh di situs tersebut dan menyatakan mereka sebagai orang suci.

Seorang pemimpin lokal Willy Kintu mengatakan dia mengharapkan satu juta orang untuk bergabung dalam acara pada Jumat.

Selain Uganda, para peziarah telah tiba dari Kenya, Rwanda, Tanzania, Burundi, Sudan Selatan, Republik Demokratik Kongo, bahkan dari Eropa dan AS.

Dewan Tertinggi Muslim Uganda baru-baru ini meluncurkan rencana pembangunan situs Martir Muslim Namugongo yang juga sebuah masjid.

Kateregga, yang ikut bertanggung jawab Masjid Martir Muslim Namugongo, mengatakan pembangunan itu dimaksudkan untuk melestarikan warisan Muslim dari situs ini.

Mantan Presiden Idi Amin telah menetapkan tempat untuk peringatan bagi umat Islam dan meletakkan batu fondasi untuk sebuah masjid pada tahun 1975.

“Bagi kami Muslim, kami memilih datang ke sini untuk menceritakan sejarah Muslim di Uganda. Kami berterima kasih kepada pemerintah atas keputusannya untuk menetapkan daerah itu sebagai situs bersejarah,” ucapnya.

Uskup Agung Anglikan di Uganda, Stephen Kazimba, mengatakan mereka yang terbunuh di tempat itu meninggal karena alasan agama.

Menteri Dalam Negeri Uganda Kahinda Otafire mengatakan tempat ini menyatukan semua agama.

“Ketika kami pergi ke hutan untuk melawan para diktator di Uganda, tujuan utama kami adalah menyatukan Uganda dan Afrika secara luas. Persatuan yang saya lihat di sini menunjukkan bahwa itu dapat dicapai. Persatuan Afrika adalah kekuatan Afrika,” katanya.

Sumber: anadolu agency

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali