Jakarta, Gempita.co -Anggota DPR-RI Fraksi PDIP Darmadi Durianto mengungkap rapor merah sejumlah kementerian bidang ekonomi. Ada tiga menteri yang disorot yakni Menteri Perdagangan (Mendag) M Lutfi, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Menurut Darmadi, Mendag Lutfi seharusnya mampu menaikkan ekspor, bukan sebaliknya hanya rajin impor saja.
“Nanti jadi kementerian impor kan. Jadi ini ekspor bagaimana strateginya, blueprint-nya, selama ini kan sulit ekspor,” ujar Darmadi, dilansir dari voi.id.
Ia menyebut apabila ada pergantian mendag, harus dipastikan apakah dapat melakukan ekspor dan memasarkan produk dalam negeri yang menciptakan daya beli tinggi bukan komoditas.
“Misalnya itu kan bagaimana membuka pasar-pasar baru di luar negeri, dari yang sudah ada, bukan konvensional. Jadi bukalah pasar baru yang potensial. Itu tugas Mendag,” kata anggota Komisi VI DPR itu.
“Jadi orientasi harus ke ekspor supaya minus impor, itu menjadi poin karena harus surplus baru bisa mendukung pertumbuhan ekonomi,” sambungnya.
Selanjutnya Kemenperin yang dipimpin Agus Gumiwang Kartasasmita. Kemenperin harus mampu menciptakan daya beli guna mengangkat pertumbuhan ekonomi yang masih melemah.
“Bagaimana manager purchasing index nya naik terus, apakah PMI yang diciptakan itu betul-betul real? Kalau kemudian hanya penciptaan demand sesaat seperti bea masuk di 0 kan, bea masuknya untuk berapa mobil itu kan hanya sementara, seterusnya bagaimana menciptakan konsumsi agar daya beli naik? Ini poin yang harus diperhatikan Menperin,” ujarnya
Jadi, lanjut Darmadi, kompetensi menteri perindustrian di saat pandemi COVID-19 harus dicari. Serta, apa strategi yang mumpuni untuk bisa membalikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Sering kita bahas bagaimana memanfaatkan ITPC (Indonesian Trade Promotion Center) di luar negeri, banyak yang tidak qualified dan tidak menghasilkan, tidak efektif dalam memasarkan produk diluar negeri. Kan ujung tombaknya di ITPC luar negeri. Kita menggaji begitu banyak orang-orang disana yang hasilnya tidak terlalu maksimal. Ini kan salah satu poin yang kita sering bahas bagaimana perjanjian nasional agar tidak merugikan Indonesia itu banyak kita kritisi,” terangnya.
“Jadi Menteri Perindustrian juga gitu, gebrakan apa yang betul-betul mempunyai nilai daya saing tinggi. Menteri investasi juga kita pertanyakan apakah betul investasi yang masuk itu real angkanya?,” tambahnya.
Menko Perekonomian
Ia juga mengkritisi peran Menko Perekonomian yang dijabat Airlangga Hartarto. Posisinya harus kuat agar tidak membebani menteri-menteri dibawahnya. Jangan sampai menteri sudah buat kebijakan lalu ditolak presiden, padahal sudah bersinergi dengan menteri koordinatornya. Seperti kasus impor beras dan garam.
“Koordinasi kan tetap di Menko agar searah, sejalan, sevisi. Bagaimana Menko membuat ini menjadi efektif dan efisien? Ya itu tugas Menko. Menko kan tidak punya fungsi eksekusi hanya koordinasi, tapi kalau menkonya bisa lebih kuat secara politik mestinya lebih efektif mengkoordinasikan ini. Disitu juga dibutuhkan menko yang kuat juga,” jelas Darmadi.
“Keputusan di rapat kordinasi terbatas, nah itu Menko harus mampu mengkoordinir itu. Jangan masing-masing menterinya teriak sana sini, kasihan menterinya, sudah keluarkan statement masing-masing eh akhirnya dibatalkan Presiden,” pungkasnya.
Sumber: Berbagai sumber