Jakarta, Gempita.co – Narasi Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini untuk dijadikan sebagai sosok yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya telah tercium ketika PDIP mempertimbangkan namanya untuk diusung di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. Polanya mirip ketika mengusung Jokowi, di mana Pilgub DKI Jakarta digunakan sebagai “batu loncatan” untuk diusung menjadi RI 1.
Jika Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri ingin mengulang pola tersebut, tentu mudah untuk menyimpulkan bahwa Risma akan diusung oleh partai banteng di Pilgub DKI Jakarta 2022 mendatang. Namun, melakukan kalkulasi politik, nampaknya akan sulit bagi PDIP untuk menjadikan Risma sebagai “Jokowi Kedua”.
Pasalnya, dalam survei Indo Barometer, ditemukan bahwa Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan masih menempatkan diri sebagai Kepala Daerah yang paling populer untuk menjadi capres di Pilpres 2024. Mendapatkan angka sebesar 91,7 persen, skor Anies jauh di atas Risma yang hanya berada di posisi ketiga dengan skor 49,9 persen.
Tidak hanya itu, Anies juga diketahui memiliki basis massa berbagai kelompok Islam yang disebut-sebut setia mendukung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Dengan demikian, jika Anies kembali maju di Pilgub DKI Jakarta, itu tentu menjadi ganjalan besar bagi Risma untuk menjadi orang nomor satu di Ibu Kota Negara. Tidak hanya karena adanya faktor Anies, konteks majunya Risma sebenarnya juga memiliki perbedaan sewaktu PDIP mengusung Jokowi waktu itu.
Lantas perbedaan apakah yang sekiranya membuat Risma sulit mengulang cerita sukses Jokowi yang menyapu bersih 3 kontestasi elektoral?
Risma dan Politik Mercusuar
Keberhasilan Jokowi dalam memenangkan Pilgub DKI Jakarta 2012 lalu, tentu tidak terlepas dari peran media massa yang terus memberitakan keberhasilannya dalam mengembangkan mobil Esemka dan dirinya yang terpilih sebagai Wali Kota terbaik ketiga di dunia versi Yayasan Wali Kota Sedunia (The City Mayors Foundation).