Atas dua prestasi tersebut, media massa kemudian secara tidak langsung berperan sebagai alat elite partai politik untuk mengendalikan opini publik tanpa harus melalui paksaan fisik. Jurnalis asal Amerika Serikat (AS), Walter Lippmann menyebut hal tersebut sebagai manufacture of consent – pembuatan persetujuan – yakni manipulasi opini yang dilakukan agar publik selaras dengan agenda elite.
Konteksnya bukan pada menyebutkan bahwa prestasi Jokowi adalah buatan elite, melainkan menciptakan efek persetujuan di tengah publik bahwa mantan Wali Kota Solo tersebut adalah sosok yang sangat berprestasi dan menjadi jawaban atas sekelumit persoalan yang ada.
Terlebih lagi, dengan adanya mobil Esemka yang memiliki wujud fisik, itu memenuhi konsep collective unconscious atau alam bawah sadar kolektif dari pencetus psikologi analitis, Carl Gustav Jung. Itu adalah konsep yang menjelaskan bagaimana secara alamiah manusia dapat memiliki kesamaan dalam memaknai suatu simbol (fisik).
Menariknya, collective unconscious terlihat semakin kuat dibangun oleh Jokowi ketika memilih untuk fokus membangun infrastruktur, di mana itu adalah prestasi yang paling mudah untuk diidentifikasi. Terbukti, dengan berbagai tol yang telah dibangun, itu menjadi bukti prestasi kinerja yang menjadi “dagangan kampanye” yang sangat mumpuni sewaktu Pilpres 2019 lalu.
Secara politik, strategi tersebut disebut sebagai “politik mercusuar”, di mana itu pernah dilakukan oleh Soekarno ketika “ngotot” menjadi tuan rumah Asian Games 1962, kendati kondisi ekonomi Indonesia sebenarnya tidak mumpuni saat itu.
Amin Rahayu dalam tulisannya Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 di Jakarta: Motivasi dan Capaiannya, menyebutkan bahwa motivasi terbesar Soekarno untuk menjadi tuan rumah adalah untuk menunjukkan Indonesia adalah “bangsa besar” meski baru saja merdeka.
Senada, sejarawan Restu Gunawan juga menyebutkan bahwa Soekarno selalu mengangankan Indonesia menjadi “mercusuar dunia” dengan Jakarta sebagai pusatnya, di mana Asian Games 1962 (keempat) sebagai momen awal pembangunan fisik (Infrastruktur) besar-besaran di Jakarta.
Sebetulnya, Anies Baswedan sendiri juga mulai terlihat menggunakan strategi politik mercusuar yang terlihat dari usahanya dalam menyelenggarakan Formula E di Monas ataupun dengan membangun berbagai Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang instagramable atau memberi porsi besar pada persoalan estetika.