Mengutip data Bloomberg, Rupiah kemudian bergerak melemah ke level Rp 13.893, kemudian kembali menguat ke Rp 13.888 per USD. Namun, Rupiah kembali melemah tajam dan saat ini berada di level Rp 13.902 per USD.Direktur TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, pola pergerakan Rupiah hari ini dipengaruhi oleh data tenaga kerja Amerika Serikat dan tingkat pengangguran di Mei diluar dugaan mengalami peningkatan dan ini diluar ekspektasi para analis.
“Jumlah orang yang dipekerjakan diluar sektor pertanian dan pemerintah sebesar 2,5 juta orang, padahal sebelumnya para analis memperkirakan terjadi pengurangan sebesar 7,7 juta. Tingkat pengangguran turun menjadi 13,3 persen dari sebelumnya 14,7 persen,” ujarnya dalam riset harian, Jakarta.
Namun positifnya, data tenaga kerja tersebut tidak bisa mengangkat penguatan indeks USD karena secara bersamaan di penjuru negara bagian AS sedang terjadi gelombang demonstrasi yang menjurus kerusuhan akibat isu rasisme bahkan sudah menyebar ke berbagai negara di dunia.
Faktor lain, Fitch Ratings memperkirakan nilai stimulus moneter dalam bentuk pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) oleh seluruh bank sentral dunia pada tahun ini bisa mencapai USD 6 triliun.
“Di AS, neraca bank sentral negeri Paman Sam atau The Federal Reserve (The Fed) pada pertengahan Maret tercatat USD 4,3 triliun. Namun pada akhir April jumlahnya membengkak menjadi USD 6,5 triliun,” paparnya.
Kemudian bank sentral Uni Eropa (ECB) pada pertengahan Maret hingga medio April membeli surat-surat berharga dengan nilai total EUR 120 miliar. Sebelumnya, nilai quantitative easing hanya sekitar EUR 20 miliar per bulan.
Sementara bank sentral Inggris (BoE) berencana menambah pembelian obligasi pemerintah senilai GBP 200 miliar. Sedangkan bank sentral Jepang (BoJ) meluncurkan program tambahan pembelian Exchange Traded Funds (ETFs) sampai dengan JPY 12 triliun.