Singapura Diizinkan Latihan Militer di Wilayah Indonesia

Jakarta, Gempita.co – Indonesia dan Singapura telah menandatangani perjanjian pertahanan (DCA), Selasa kemarin, di The Shancaya Resort, Bintan.

Hadir sebagai saksi dari pertemuan tersebut Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Perjanjian pertahanan ini menjadi dasar, sehingga Singapura bersedia menandatangani perjanjian ekstradisi dan pengelolaan ruang navigasi udara di atas Pulau Natuna.

DCA yang diteken pun masih sama seperti yang pernah disepakati oleh Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono pada 2007 lalu di Bali.

Namun, perjanjian pertahanan itu batal disahkan di DPR karena menuai protes dari publik.

Mengutip keterangan resmi dari Kementerian Luar Negeri Singapura, perjanjian DCA akan memperkuat hubungan strategis di antara angkatan bersenjata kedua negara.

“Sebagai bagian dari Kesepakatan Kerja Sama Pertahanan, Angkatan Bersenjata (SAF) akan terus melanjutkan pelatihan militer dan latihan di wilayah pelatihan di Indonesia dengan tetap menghormati kedaulatan Indonesia di wilayahnya, baik itu di darat, perairan, dan udara.

Hal tersebut sesuai dengan aturan hukum laut internasional (UNCLOS),” demikian isi dari keterangan tertulis dari Kemlu Singapura yang dikutip, Rabu (26/1/2022).

Menurut informasi, dalam kesepakatan yang diteken kali ini, parlemen kedua negara diprediksi akan meratifikasi perjanjian tersebut. “Jadi, pada hari ini, kami berjanji (untuk mengesahkan perjanjian) itu lagi dengan perubahan sedikit di kesepakatan ekstradisi,” ungkap Perdana Menteri Lee Hsien Loong ketika memberikan keterangan pers pada Selasa kemarin, dikutip IDN Times.

Perubahan yang dimaksud Lee yakni adanya masa retroaktif yang diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun, sesuai dengan Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Presiden Jokowi pun menyambut baik tercapainya sejumlah kesepakatan, termasuk DCA yang pernah ditolak pada 2007 lalu.

“Diharapkan kerja sama penegakkan hukum, keselamatan penerbangan, dan pertahanan keamanan kedua negara dapat terus diperkuat berdasarkan prinsip saling menguntungkan,” kata Jokowi.

Sementara, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, justru berpendapat sebaliknya. Ia menilai, perjanjian pertahanan antara Indonesia dan Singapura tidak melanggar kedaulatan RI lantaran hal tersebut sudah disepakati oleh pemerintah.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali