Sementara itu, Tokoh Masyarakat Desa Bawadeselo, Fatisokhi Gea dalam penjelasannya mengatakan, jika sepengetahuannya objek masalah tersebut adalah tanah milik Desa Bawadesolo.
“Hal ini sesuai dengan kesaksian penduduk Desa Bawadesolo bahwa ada tanda-tanda salah satunya kuburan disana, yang menurut kesaksian mereka adalah itu kuburan keluarga, namun sejauh mana kebenarannya saya juga tidak tau,” jelas mantan Pendeta Gereja Amin
Pada waktu pertemuan di Kantor Camat, menurutnya, itulah langkah yang diambil oleh pimpinan Kecamatan, dengan mempertemukan kedua desa dan melakukan mediasi. Namun, mediasi itu tidak selesai saat itu, dan ia berpendapat jika semestinya harus ada pertemuan selanjutnya.
“Memang sesudah itu ada upaya untuk audiensi ke Wali Kota. Oleh Pak Wali Kota sendiri mengatakan agar diselesaikan sesegera mungkin. Pak Wali Kota juga memerintahkan Camat supaya sesegera mungkin menyelesaikan dengan memediasi kedua desa dan menurut saya itu hal yang perlu dan baik, semestinya harus ada pertemuan lanjutannya,” terangnya.
Terkait pengrusakan tugu atau prasasti, sambung dia, adalah benar tercatat dibangun oleh Pemerintah Desa Bawadesolo. Dirinya juga mengetahui jika tugu atau prasasti tersebut sudah dibawa ke Kantor Camat setelah dirusak.
“Saya tidak mengetahui itu, baru saya tau setelah peristiwa (pengrusakan), tugu itu saya lihat dan juga semua orang melihatnya karena itu tempat terbuka, tentu yang namanya pengrusakan kita tidak menghendakinya, karena itu sebuah perbuatan yang tidak benar itu,” tegasnya.
Dia menegaskan, tidak memihak siapapun, karena dirinya sebagai pembina rohani di Desa Bawadesolo dan juga di Desa Dahana dan sekitarnya,
“Saya mengharapkan agar pemerintah mampu menyelesaikan masalah ini, bagaimana caranya tentu ada ketentuan-ketentuan hukum yang sudah mengaturnya,” harapnya.