Terungkap Kasus Tewasnya Pendeta Yeremia di Papua, Ini Penjelasan Komnas HAM !

Jakarta, Gempita.co – Investigasi terhadap kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Kampung Hitadipa, Intan Jaya, Papua.Berikut penjelasan Komnas HAM:

Pendeta Yeremia tewas dengan luka tembak di Kampung Hitadipa, Intan Jaya, Papua pada Sabtu, 19 September 2020.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Komnas HAM menyimpulkan bahwa Yeremia diduga ditembak oleh anggota TNI sekaligus Wakil Komandan Rayon Militer Hitadipa, Alpius Hasim Madi.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam memaparkan terdapat rangkaian peristiwa pada 17-19 September 2020 yang berkaitan dengan tewasnya Yeremia.

Situasi bermula dari penembakan anggota TNI bernama Serka Sahlan pada 17 September 2020, dan senjatanya dirampas oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

TNI kemudian melakukan operasi penyisiran dan pencarian terhadap senjata tersebut.

Anam mengatakan, TNI mengumpulkan warga Hitadipa dua kali dalam sehari, yakni pukul 10.00 dan 12.00 Waktu Indonesia Timur (WIT).

“Pengumpulan massa itu menekankan pencarian senjata, bahwa senjata itu harus dikembalikan dalam kurun waktu 2-3 hari,” jelas Anam dalam konferensi pers virtual, Senin.

Dalam pengumpulan massa tersebut, nama Pendeta Yeremia disebut bersama lima nama lainnya dan dicap sebagai musuh salah satu anggota Koramil Hitadipa.

Pada pukul 13.10 WIT, terjadi penembakan terhadap anggota TNI bernama Pratu Dwi Akbar Utomo, dan memicu rentetan tembakan hingga sekitar pukul 15.00 WIT.

Pratu Dwi Akbar kemudian dinyatakan meninggal pada pukul 16.45 WIT setelah dievakuasi ke RSUD Kabupaten Intan Jaya.

Tim lain, termasuk Alpius, diduga melakukan operasi penyisiran untuk mencari senjata yang dirampas TPNPB pada sore itu.

Penyisiran oleh tim Alpius disaksikan oleh warga sekitar, termasuk istri dari Yeremia, Miryam Zoani.

Menurut Anam, para saksi mengatakan bahwa Alpius menuju kandang babi di sekitar waktu penembakan Yeremia.

Pada saat yang sama, rumah Dinas Kesehatan Hitadipa dibakar karena diduga sebagai asal tembakan terhadap Pratu Dwi Akbar atau lokasi persembunyian TPNPB.

Yeremia ditemukan oleh istrinya di kandang babi dalam posisi telungkup dan di lengan kirinya terdapat luka terbuka pada pukul 17.50 WIT.

Pendeta Yeremia akhirnya meninggal sekitar 5 hingga 6 jam setelah ditemukan.

Anam mengatakan keterangan ahli mengonfirmasi bahwa Yeremia meninggal akibat kehabisan darah, setelah terluka akibat tembakan.

“Ini dibuktikan dengan masih ada dialog, bertemu istri korban, dan lain-lain selama 5 sampai 6 jam sampai akhirnya beliau meninggal,” tutur Anam.

Yeremia ditembak dengan jarak kurang dari 1 meter yang ditujukan kepada lengan kirinya pada dalam posisi berlutut.

Menurut Komnas HAM, pelaku menggunakan senjata api jenis shut gun atau pistol atau jenis lainnya yang memungkinkan digunakan dalam ruang terbatas tersebut.

Anam juga mengatakan ada kesan bahwa pemakaman Yeremia dilakukan secara terburu-buru.

Pendeta ini dimakamkan pada 20 September 2020 sekitar pukul 11.30 WIT, meski lazimnya warga Hitadipa tidak menggelar pemakaman di hari Minggu.

Sejumlah saksi mengatakan Yeremia sebagai tokoh masyarakat berhak mendapatkan upacara penghormatan selama beberapa hari.

Komnas HAM menduga ada tekanan agar jenazah Yeremia segera dilaksanakan untuk mencegah pemeriksaan terhadap pendeta tersebut.

—Proyektil hilang dan tembakan acak di sekitar TKP

Komnas HAM menemukan luka pada lengan bagian kiri Yeremia berdiameter 5-7 sentimeter dengan panjang sekitar 10 sentimeter akibat ditembak pada jarak kurang dari 1 meter.

Selain itu, tim juga meyakini ada kemungkinan Yeremia mengalami kekerasan bentuk lain karena ada jejas intravital pada leher, luka pada leher bagian belakang berbentuk bulat, dan pemaksaan korban agar berlutut untuk mempermudah eksekusi.

“Diduga terdapat kontak fisik langsung antara korban dengan terduga pelaku saat peristiwa terjadi,” ujar Anam.

Hasil olah TKP juga menemukan ada 19 titik lubang dari 14 titik tembak pada bagian luar dan kandang babi, termasuk pada atap dan pohon.

Tembakan diduga dilepaskan pada jarak 9-10 meter dari luar kandang dan diarahkan ke TKP maupun sekitar TKP.

“Arah dan sudutnya pun tampak tidak beraturan atau acak,” ujar Anam.

Komnas HAM menduga arah tembakan sengaja dibuat acak dan tidak beraturan untuk mengaburkan fakta dari penembakan yang sebenarnya.

Selain itu, ada satu proyektil yang diduga hilang dan tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini. Komnas HAM menduga proyektil tersebut diambil usai kejadian.

Dari temuan ini, Komnas HAM menyimpulkan bahwa Yeremia telah menjadi korban atas tindakan di luar hukum yang menyebabkan hilangnya nyawa (extra judicial killing).

Sumber: Anadolu Agency

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali