Jakarta, Gempita.co – Meski batas tarif tertinggi tes PCR sudah ditetapkan menjadi Rp 300 ribu, namun harga tes PCR di Indonesia ini masih terpaut jauh dari India yang hanya Rp 160 ribu.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Nurhadi lantas meminta pemerintah menjelaskan terkait biaya sesungguhnya dari tes PCR. Biaya tes PCR masih dinilai publik terlalu mahal, meski sudah terjadi penurunan.
“Harusnya, pemerintah wajib transparan hal harga PCR ini. Kenapa bisa lebih mahal dari India yang hanya Rp 160.000?,” kata Nurhadi dikutip dari Kompas.com, Rabu, 27 Oktober 2021.
Dia menyadari bahwa sudah ada penjelasan dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin terkait biaya tes PCR di India lebih murah karena mampu memproduksi komponen sendiri.
Namun, dari pernyataan itu justru timbul pertanyaan di benak Nurhadi. Ia mempertanyakan apakah dengan demikian Indonesia sulit untuk memproduksi komponen PCR sendiri.
“Pertanyaannya, kenapa Indonesia tidak bisa produksi tes PCR di dalam negeri? Sesulit apakah? Kendalanya apa? Komisi IX DPR ingin kejelasan,” tegasnya.
Nurhadi mengingatkan pemerintah bahwa pandemi Covid-19 sudah berlangsung 1,5 tahun sejak pertama kali ditemukan kasus pada 2 Maret 2020.
Ia pun mempertanyakan mengapa Indonesia tidak bisa memproduksi komponen tes PCR sendiri. Padahal, Indonesia dinilai tak kalah mumpuni di bidang kesehatan dibandingkan India.
Senada, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban juga masih keberatan dengan tarif tes PCR, meski sudah diturunkan mejadi Rp 300 ribu karena tetap memberatkan sebagian besar masyarakat.
Ditambah lagi, jika nantinya kewajiban PCR juga berlaku bagi moda transportasi selain pesawat. “Harga tes PCR jadi Rp300 ribu sepertinya masih berat bagi sebagian besar kalangan. Apalagi jika diterapkan di seluruh moda transportasi.” ucap Zubairi, dikutip dari akun Twitter-nya, @ProfesorZubairi.
Zubairi menilai harga PCR bisa ditekan lagi dengan kekuatan ekonomi pasar, kemudian didukung subsidi dari pemerintah. “Bayangkan kalau sekeluarga 4-5 orang,” imbuh Zubairi.
Pertimbangan Pemerintah
Alasan pemerintah menerapkan tes PCR sebagai syarat melakukan perjalanan dengan pesawat udara karena aturan menjaga jarak atau physical distancing di dalam pesawat sulit dilaksanakan sehingga penumpang yang masuk ke pesawat harus dipastikan bebas dari Covid-19.
“Maka untuk menjadi bahwa yang betul-betul akan melakukan perjalanan dengan pesawat itu, itu betul-betul bersih dan tidak mempunyai potensi untuk menularkan, maka PCR itu akan dijadikan sebagai pemeriksaan utama,” jelas Plt Direktur Jenderal Layanan Kemenkes RI Abdul Kadir.
Kata dia, maskapai penerbangan kini mengoperasikan pesawat dengan kapasitas hampir 90 persen karena banyaknya jumlah penumpang pesawat udara. Hal itulah yang membuat physical distancing sulit diterapkan di dalam pesawat sehingga pemerintah memutuskan menjadikan tes PCR sebagai syarat melakukan perjalanan.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, meskipun kasus Covid-19 sudah menurun, pemerintah harus tetap memperkuat 3T (testing, tracing, treatment) dan protokol kesehatan 3M.
Tujuannya, agar tidak terjadi lonjakan kasus terutama selama periode libur Natal dan tahun baru. “Secara bertahap penggunaan PCR akan diterapkan pada transportasi lainnya selama mengantisipasi Natal dan Tahun Baru,” ujarnya
Pertimbangan pemerintah ini mebuat Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman ikut angkat bicara. Ia mengingatkan agar kondisi pandemi tidak dijadikan sebagai kesempatan untuk lahan bisnis yang menyulitkan masyarakat.
Maka dari itu, Habiburokhman meminta agar perkara tes PCR yang kontroversial ini diusut sampai tuntas oleh pemerintah. “Jangan sampai dengan dalih penanganan pandemi dijadikan lahan bisnis dan kongkalikong yg menyusahkan rakyat. USUT TUNTAS,” tegasnya.dilansir dari Indonesia Times.