Tidak Diberi Upah, Wartawan Poskota Gugat Perusahaan Mantan Menteri Harmoko ke PHI

Jakarta, Gempita.co – Tidak melaksanakan anjuran Suku Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi (Nakertrans) dan Energi Jakarta Barat, PT Media Antarkota Jaya digugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

PT Media Antarkota Jaya, yang sahamnya dimiliki oleh Harmoko mantan Menteri Penerangan Era Soeharto dan anaknya Azisoko digugat lantaran sudah setahun lebih tidak membayar upah atau gaji wartawan Poskota sejak Juni 2019 hingga kini. Disamping itu, penawaran manajemen yang hanya ingin memberikan 3 bulan gaji dan pesangon 30 persen ditolak wartawan.

Bacaan Lainnya

“Iya benar, gugatan PHI sudah saya daftarkan dengan Nomor 343/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.JKT PST,” ujar Diki Herdiana, SH dari Kantor Hukum TSTP yang digawangi PL Tobing, SH, MH, mewakili kliennya Dwiyantoro, Rinaldi Rais, dan Bambang Prihandoko, dalam keterangan tertulis kepada media, Senin (17/11/2020).

Gugatan PHI dilakukan setelah sebelumnya dilakukan perundingan Bipartit antara manajemen yang kini dipimpin Azisoko,  putra Harmoko, dengan tiga wartawan senior Poskota di kantor Sudin Nakertrans dan Energi Jakarta Barat.

Dijelaskan Diki,  dalam media di Sudin Nakertrans, kliennya kendati tidak menerima gaji, wartawan dan karyawan lainnya diwajibkan tetap bekerja sebagai pekerja dengan tetap mengirimkan berita sesuai dengan target perusahaan.

Selain tidak membayar gaji, perusahaan patut diduga baru mendaftarkan para pekerja kedalam program BPJS Ketenakerjaan pada tahun 2017. Padahal senyatanya mereka sudah bekerja lebih dari 24 tahun. Bahkan, patut diduga perusahaan yang Komisaris Utamanya adalah Harmoko tidak lagi membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan sejak para pekerja tidak dibayarkan upah/gajinya.

Dalam pertemuan media di kantor Sudin Nakertrans, wartawan dan karyawan tetap menuntut agar perusahaan membayar penuh upah gaji mereka yang belum diberikan. Kemudian ditambah upah denda keterlambatan sebagaimana diatur dalam kentuan Pasal 55 PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan kepada para pekerja selama tidak dibayarkan upahnya sampai dengan bulan Juli, termasuk membayarkan hak Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan yang tidak dibayarkan tahun 2020.

Harus Tetap Membayar Hak Pekerja

“Bila ingin melakukan PHK, perusahaan milik keluarga Harmoko ini harus tetap membayar hak pesangon para pekerja sesuai dengan ketentuan uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat 2 huruf (i) UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 kali(pasal 156 ayat 3 huruf (a), dan uang pengantian hak mengacu pasal 156 ayat 4 huruf (c),” jelas Diki.

Sedangkan dalam anjuran Sudin Nakertrans dan Energi Jakarta Barat, perusahaan wajib membayarkan uang pesangon serta hak lainnya kepada ketiga pekerja Dwiyantoro dan kawan-kawan.

“Dalam nota penetapan pengawas ketenagakerjaan sudah jelas bahwa PT Media Antarkota Jaya diwajibkan memenuhi pembayaran upah yang belum dibayarkan sebagai hak karyawan, sesuai Pasal 1 angka 30 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait Upah,” urai Diki.

Berdasarkan Pasal 1 angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), upah adalah hak pekerja yang dibayarkan oleh pengusaha atau pemberi kerja sebagai imbalan atas suatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan.

“Berbulan-bulan kami bekerja tetapi cuma menerima 3 bulan gaji ya jelas kami tolak. Lha wong itu hasil keringat juga hak dan kewajiban sesuai UU Ketenagakerjaan,” ujar Bambang Prihandoko di sela-sela mendampingi kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menyayangkan

Bambang menyayangkan sikap PT Media Antarkota Jaya yang tidak melaksanakan anjuran Sudin Nakertrans dan Energi Jakarta Barat untuk membayarkan hak-hak ketiga karyawan dan melunasi kewajiban upah/gaji sesuai aturan dalam undang-undang sehingga berlanjut  ke PHI.

“Padahal pak Harmoko, baik selaku Komisaris Utama, maupun mantan Menpen penggagas Saham Pekerja Pers itu, paham betul kondisi kewartawanan sehingga mustahil membiarkan perusahaan bertindak semena-mena kepada wartawan,” ujar Bambang.

Alasan masalah keuangan, bagi Diki Herdiana, masih perlu dibuktikan kebenarannya. Sebab tidak didukung hasil audit keuangan independen, kendati seringkali diingatkan tiap rapat pertemuan Azisoko dengan karyawan.

“Total normal gaji seluruh atau lebih 160 karyawan itu bisa ditutupi oleh sejumlah aset Pos Kota. Tetapi ngotot membayar 30% di tengah desakan kebutuhan hidup karyawan setelah dipaksa berbulan-bulan tanpa gaji, dan disiasati dipinjami sebagai cicilan gaji,” ujar Advokat Diki mengutip keterangan para klien.

Di tempat terpisah Faisal, mantan redaktur Pos Kota, mengungkapkan kesedihannya lantaran perusahaan milik mantan Menpen Harmoko tidak membayarkan upah berbulan-bulan hingga akhirnya ada yang tidak kuat lagi. Sehingga mau menerima hanya diberikan gaji 3 bulan dan pesangon 30 persen dari hak yang sebenarnya tanpa diberikan uang THR.

“Kondisi psikis temen-temen sepertinya sudah pasrah dikarenakan bermunculan persoalan-persoalan internal keluarga terkait keuangan, sehingga menerima tawaran itu,” ujar Faisal, yang sempat bekerja di kantor baru Pos Kota bilangan Palmerah, setelah ikutan menerima tawaran manajemen yang digawangi Azisoko.

Pos terkait