Tolak Hasil Rakor Soal Tambah Timah PT SAR, Tokoh Pemuda Posek Lingga Minta Pemprov Kepri Serius Lakukan Ini

Rian, Tokoh Pemuda Posek (baju kaos) saat mengikuti Rapat Kordinasi di Aula Kantor PTSP Prov.Kepri/ist

Tanjungpinang, Gempita.co – Masyarakat nelayan Kecamatan Posek Kabupaten Lingga menolak hasil rapat koordinasi (Rakor) terkait tambang timah PT Supreme Alam Resources (SAR) antara Pemkab Lingga dengan Pemrov Kepri yang berlangsung di Aula Pelayanan Terpadu Satu Pintu(PTSP) Provinsi, Selasa (17/11/2020) lalu.

Dalam rapat tersebut, hadir mewakili Pemkab Lingga, di antaranya. Asisten II Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Camat, Kepala Desa, BPD dan Tokoh Pemuda dari Kecamatan Kepulauan Posek.

Bacaan Lainnya

Sedangkan mewakili Pemprov Kepri yakni Kadis PTSP beserta Kabid, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), Kasi Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bagian Perizinan, Dinas Perhubungan (Dishub) dan beberapa staf dinas terkait.

Dalam pembahasan yang diuraikan pada rapat koordinasi tersebut, Pemprov Kepri, mendengar keluhan perwakilan masyarakat nelayan Posek serta menyampaikan sikap terkait tambang timah PT SAR di wilayah perairan Lingga.

“Masyarakat Kecamatan Posek secara tegas menyampaikan terkait tambang timah tersebut, sudah sangat jelas bahwa kami menolak,” kata Rian, tokoh pemuda masyarakat Kecamatan Posek, dalam keternagannya kepada Gempita.co.

“Pernyataan sikap yang sudah kita buat secara tertulis dan yang sudah kita surati, kita minta ditanggapi segera,” sambung Riyan.

Menurutnya, jelas dampak yang terkena akibat aktivitas tambang tersebut sangat dirasakan oleh nelayan Desa Selat Buaya, nelayan Desa Posek, nelayan Desa Bendara, dan juga nelayan Desa Busung Panjang.

Ada Aturannya

Di tempat terpisah, Kasi Perizinan Dinas ESDM Kepri, Masiswanto membenarkan bahwa masyarakat Posek menolak serta meminta mencabut izin tambang timah PT SAR.

“Bahwa ada aturan yang mengaturnya jika perizinan tersebut dicabut. Karena dalam Undang-undang sudah diatur tentang pencabutan perizinan yang sudah dikeluarkan,” katanya.

“Pertama, perizinan tersebut diserahkan kembali oleh perusahaan itu sendiri kepada pemerintah, kedua, apabila terjadi unsur tindakan pidana akibat operasional perusahaan, dan yang ketiga, pengadilan memutuskan perusahaan tersebut karena pailit,” tambah Masiswanto.

Saat ini, kata dia, perusahaan seharusnya melakukan kembali sosialisasi kepada masyarakat dan melakukan perundingan terkait akan dimulainya operasional tambang timah tersebut.

“Sehingga nantinya tidak ada kerugian di kedua belah pihak,” sarannya.(Yusdianto)

Pos terkait