Jakarta, Gempita.co-Indonesia Corruption Watch (ICW), mengomentari tuntutan seumur hidup terhadap Mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo. Dengan tuntutan itu, dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Menurut Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, pemberian efek jera dapat terlihat dari 3 hal di persidangan. Pertama, dalam dakwaan yang menerapkan pasal yang mengganjar dengan hukuman maksimal, kedua dalam tuntutan yang juga menuntut pelaku korupsi dengan pidana maksimal.
“Pemberian efek jera akan terlihat dari 3 hal dalam konteks persidangan. Tuntutan yang juga tinggi, baik untuk pemidanaan penjara maupun uang pengganti,” ujar Kurnia, Sabtu (26/9/2020).
Kurnia menilai, vonis hakim juga dapat memberikan efek jera bagi koruptor. Dengan demikian, ICW menyebut bila terdakwa dituntut pidana maksimal dapat mencerminkan penegakan hukum yang mempresentasikan pemberian efek jera.
“Jadi, jika ada terdakwa dituntut maksimal oleh JPU, maka hal itu mencerminkan perspektif pemberian efek jera yang baik dari penegak hukum. Fase akhirnya tinggal pada majelis hakim, tentu ICW berharap Hakim pada Pengadilan Tipikor juga dapat menghukum berat pelaku kejahatan korupsi,” kata dia.
Diketahui sebelumnya, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo, dituntut jaksa penuntut umum dengan hukuman penjara seumur hidup. Hary juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa mengatakan Hary bersama dengan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan, menerima suap yang digunakan untuk kepentingan pribadinya. Perbuatan Hary dilakukan bersama Syahmirwan dan mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim telah merugikan negara sebesar Rp 16 triliun.
“Berdasarkan rangkaian fakta hukum, ketiga terdakwa telah melakukan investasi saham dari periode 2008 sampai 2018 sehingga telah memperkaya Rp 10 triliun dan juga memperkaya Benny Tjokro Rp 6 triliun,” tutur jaksa.
“Bahwa terdakwa telah merugikan negara Rp 16.807.283.375.000,00,” tandasnya.